Semarang (ANTARA News) - Direktur Rutgers WPF Indonesia Monique Soesman mengingatkan pendidikan seksual yang diberikan kepada anak-anak dan remaja bukan sebatas pengetahuan.

"Pendidikan seksual yang diberikan harus mencakup pengetahuan, keterampilan (life skill), dan perilaku. Namanya, pendidikan seksualitas komprehensif," katanya di Semarang, Sabtu.

Hal tersebut diungkapkannya usai menjadi pembicara seminar nasional bertajuk "Metode Kreatif Pendidikan Seksualitas Komprehensif Untuk Mencegah Kekerasan Seksual Pada Anak dan Remaja".

Seminar yang berlangsung di Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu merupakan kerja sama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah, Rutgers WPF Indonesia, dan Unnes.

Monique menjelaskan "sex education" yang selama ini berjalan masih menjadikan kesehatan reproduksi sebagai titik tolaknya, tetapi belum ada konsep pembangunan relasi setara pasangan.

"Bagaimana misalnya menolak ajakan (berhubungan seksual, red.) kalau belum siap, bagaimana konsep membangun keluarga berencana, mencegah kehamilan, dan sebagainya, belum ada," katanya.

Maka dari itu, kata dia, pendidikan seks yang diberikan harus komprehensif dan mencakup semuanya mengenai seksualitas, sebab pengetahuan mengenai reproduksi saja tidaklah cukup.

"Kami melakukan roadshow di beberapa kota untuk mengkampanyekan pendidikan seksualitas komprehensif ini. Seperti sudah di Bengkulu, Medan, Riau, kemudian menyusul Bali dan Pontianak," katanya.

Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Budi Wahyuni membenarkannya dan cara pandang pembuat kebijakan harus berubah mengenai pendidikan seksualitas.

"Selama cara pandang policy makers tidak berubah, yakni memandang kawan-kawan usia di atas 18 tahun sebagai anak-anak, bukan remaja yang beranjak dewasa, ya, tetap saja sulit," katanya.

Bahkan, kata dia, pendidikan seksualitas komprehensif justru dianggap mengajarkan orang untuk berhubungan seks atau kekhawatiran disalahgunakan, sebab mereka dari kecil tidak melalui semacam itu.

"Mereka (policy makers, red.) akan berpandangan, saya dulu tidak melalui semacam itu (pendidikan seksualitas, red.) dan bisa jadi begini. Kan susah. Cara pandang begini harus dibongkar," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif PKBI Jateng Elisabet SA. Widowati menambahkan pendidikan seksualitas komprehensif mencakup banyak hal, termasuk dorongan dan orientasi seksual hingga relasi gender.

"Persoalan-persoalan itu jarang dibahas dalam kesehatan reproduksi, padahal persoalan seksualitas banyak sekali. Makanya, dibutuhkan pendidikan seksualitas komprehensif yang menyeluruh," pungkasnya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016