Canberra (ANTARA News) - Tiga aktivis perempuan Muslim Indonesia terlibat dalam diskusi mendalam dan terbuka tentang isu-isu Islam moderat dan multikulturalisme dengan para tokoh gereja, lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi Australia selama kunjungan 15 hari mereka di tiga kota penting negara itu sejak 14 April lalu. Ketiga aktivis yang mengikuti program pertukaran pemimpin pemuda Muslim Indonesia-Australia itu adalah Sekretaris Departemen Pendidikan dan Pengembangan PP Nasyiatul Aisyiyah, Anisia Kumala, Elfira D.Siregar dari International Center for Islam and Pluralism (ICIP), dan Yuyun Sunesti (peneliti Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya UGM). "Kami bertemu dengan sejumlah tokoh gereja, lembaga swadaya masyarakat, multikulturalisme, dan akademisi Australia selama kunjungan kami di Melbourne dan Canberra, termasuk James Haire, tokoh penting persatuan gereja-gereja di Australia dan kawasan Asia Pasifik yang pernah terlibat aktif dalam proses perdamaian Muslim dan Kristen di Maluku," kata Anisia Kumala kepada ANTARA News di Canberra, Selasa. Dari serangkaian dialog dengan beragam tokoh itu, terungkap satu keinginan bersama untuk terus mengampanyekan nilai-nilai universal dari agama-agama yang ada untuk memajukan kemanusiaan, solidaritas, dan pluralisme, kata lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu. Aktivis ICIP, Elfira D.Siregar, sependapat dengan Anisia Kumala. Menurut dia, selama kunjungan 15 hari yang akan berakhir di Sydney ini, pihaknya merasakan terjadinya dialog yang terbuka dan tulus, termasuk ketika membahas isu-isu sensitif seperti jaringan terorisme di Indonesia. Mereka umumnya sepakat bahwa fenomena aksi kekerasan yang dilakukan oleh segelintir orang yang kebetulan beragama Islam itu sama sekali tidak terkait dengan Islam sebagai agama yang sangat toleran dan anti kekerasan, katanya. Bahkan, James Haire menegaskan bahwa persekutuan gereja di Australia juga tidak mendukung pengiriman pasukan Australia ke Irak dan Afghanistan, kata anak Medan yang juga lulusan Fakultas Hukum UI itu. Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya UGM, Yuyun Sunesti, mengatakan, ia menangkap kesan kuat bahwa kesadaran masyarakat Australia yang sangat plural akan pentingnya "hidup berdampingan secara damai" terus tumbuh. "Kesadaran masyarakat Australia akan pentingnya multikulturalisme sangat jelas terlihat. Bahkan kami sempat melihat bagaimana kaum ibu keturunan Yahudi melaksanakan kegiatan bedah buku dalam suasana yang santai dan terbuka," katanya. Ketiga aktivis perempuan Muslim Indonesia yang menjadi tamu Pemerintah Australia ini sempat didampingi Isti Monfries, warga negara Indonesia yang bersuamikan mantan diplomat Australia, John Monfries, serta bertemu Minister Counsellor/Penerangan KBRI Canberra, Raudin. Mereka merupakan rombongan ketiga dari empat rombongan peserta program pertukaran pemimpin pemuda Muslim Indonesia-Australia tahun ini. Program yang didukung Institut Australia-Indonesia (AII) pimpinan Chris Munn dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia ini sudah memasuki tahun ke empat. ANTARA News mencatat, sejak beberapa tahun terakhir, Australia sangat giat dalam upaya peningkatan keharmonisan sosial dan kerja sama dengan komunitas Muslim di Australia dan masyarakat Muslim antarbangsa. Perdana Menteri John Howard sendiri dalam sambutannya pada acara pembukaan Pertemuan Tokoh Muslim, 23 Agustus 2005, lalu menegaskan kembali komitmen negaranya pada keharmonisan sosial dan solusi damai terhadap perbedaan. Howard mengatakan: "Kita mempunyai sejarah panjang dalam bidang kesatuan dan keharmonisan masyarakat. Kita adalah negara yang sudah biasa mencari penyelesaian perbedaan dan perselisihan politik melalui argumentasi dan perdebatan sengit daripada melalui kekerasan dan intimidasi fisik dan itulah sifat-sifat yang ingin saya pelihara." Untuk mendukung upayanya itu, Pemerintah Australia menyokong terbentuknya Kelompok Rujukan Komunitas Muslim (Muslim Community Reference Group=MCRG). Kelompok ini terdiri dari tujuh sub-kelompok yang bekerja untuk mendukung dialog dankerja sama antara pemerintah dan masyarakat Australia ugna memberdayakan rakyat negeri itu untuk menghadapi kekerasan, ekstrimisme, dan ketidakpedulian. MCRG ini memfokuskan programnya pada upaya kerja sama dengan pemuda dan kaum wanita, pendidikan dan pelatihan para guru dan tokoh agama/masyarakat, masalah kependidikan, peningkatan ketenagakerjaan dan tempat kerja, peningkatan pengelolaan krisis, serta keluarga dan masyarakat.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007