Rantau, Kalsel (ANTARA News) - Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, mengembangkan cabai rawit yang memiliki rasa 17 kali lipat lebih pedas daripada cabai rawit biasa, bahkan pemerintah setempat dan masyarakat meyakini cabai rawit tersebut merupakan cabai terpedas di Indonesia.

Bupati Tapin Arifin Arpan pada penanaman pohon di Ekowisata Bekantan di daerah pertambangan Antang Gunung Meratus Rantau, Selasa, mengatakan bahwa cabai rawit dengan cita rasa sangat pedas tersebut hanya tumbuh di Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah, sehingga cabai tersebut diberi nama "Cabai Hiyung".

"Saat cabai tersebut kita tanam di tempat lain, rasanya menjadi kurang pedas, bahkan cenderung tidak pedas, ini sangat aneh," katanya.

Begitu ditanam di Desa Hiyung, rasa pedasnya menjadi berkali lipat daripada cabai biasa sehingga cabai Hiyung tersebut menjadi andalan komoditas Kabupaten Tapin. Bahkan, kini cabai tersebut diburu oleh pedagang, baik dari daerah maupun luar daerah.

Kini, petani cabai Hiyung sedang menikmati hasil yang lumayan karena harga cabai di tingkat petani mencapai Rp110 ribu per kilogram terjadi kenaikan tiga kali lipat daripada biasanya.

Berdasarkan penelitian dari, cabai yang dikembangkan oleh petani Desa Hiyung tersebut memiliki tingkat kepedasan hingga 94.500 ppm atau setara dengan 17 kali lipat daripada cabai biasa.

Cabai Hiyung ini pertama kali ditanam oleh Subarjo (40), 23 tahun lalu, tepatnya pada tahun 1993, dengan membawa bibit dari gunung sebanyak 200 bibit.

"Awalnya, kami bawa 200 bibit. Namun, karena belum adanya pengalaman, yang berhasil hanya 100 pohon," ujar Subarjo saat panen cabai Hiyung beberapa waktu lalu.

Menurut Subarjo, selain rasanya yang pedas, cabai Hiyung juga memiliki keunggulan, yaitu daya penyimpanan yang tahan lama, yakni 10 hari pada suhu ruangan normal.

"Waktu pertama dahulu, harga cabai ini per liter Rp1.500,00. Kini, per kilogram sudah berkali lipat, bahkan saat ini Rp150 ribu," ucap Subarjo lagi.

Cabai Hiyung juga meningkatkan perekonomian warga Hiyung yang dahulunya sebagian besar berprofesi sebagai buruh pencari kayu galam, kini menjadi petani cabai.

Tercatat dari 420 kepala keluarga (KK) yang berada di Desa Hiyung, sebanyak 85 persen bekerja sebagai petani cabai. Rasa pedas yang dihasilkan cabai Hiyung diduga karena keasaman tanahnya.

Kini, Pemkab Tapin telah mengembangkan 200 hektare dari total potensi lahan pengembangan seluas 3.000 hektare untuk tanaman cabai Hiyung di daerah tersebut.

Pengembangan tersebut, kata dia, sesuai dengan terdaftarnya varietas tanaman lokal dari Kementrian Pertanian RI dengan nomor 09/PLV/2012 tangga 12 april 2012, Pemerintah kabupaten Tapin bertanggung jawab atas perkembangan dan pembudidayaannya sehingga tidak hilang.

Pewarta: Ulul Maskuriah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017