Banyuwwangi (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (25/1) malam menggelar kegiatan Malam Budaya Tionghoa dalam rangka menymbut perayaan Tahun Baru ke-2568 Imlek di Gelanggang Seni Budaya Blambangan.

Mengenakan baju khas warna merah, ratusan warga Tionghoa dari berbagai wilayah di Banyuwangi berkumpul bersama. Mereka tampak bergembira dan bersuka cita.

Lampion-lampion yang menjadi ciri khas perayaan Imlek semakin menambah semarak suasana di sepanjang lokasi yang berada di jantung Kota Banyuwangi itu.

Kesenian khas masyarakat Tionghoa ditampilkan dan berpadu dengan kesenian khas Suku Using (masyarakat asli Banyuwangi), seperti musik pengiring angklung, tari pitik-pitikan, hingga kesenian barong.

Ketua Paguyuban Warga Tionghoa Banyuwangi Pek Ing Gwan sangat mengapresiasi digelarnya kegiatan tersebutm karena hal itu menununjukkan bahwa keberagaman yang ada di Banyuwangi menghasilkan masyarakat yang harmonis.

"Acara ini sangat bagus untuk memupuk rasa saling memahami dan menghormati. Di setiap acara hari besar yang kami gelar, kami juga selalu melengkapi suguhan dengan mengangkat budaya lokal untuk tampil bersama, sehingga semua hidup dalam harmoni," kata Indrawan, sapaan akrab Pek Ing Gwan.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang hadir bersama Wabup Yusuf Widiyatmoko mengatakan, acara ini digelar untuk semakin memupuk kebersamaan di tengah masyarakat.

"Tak hanya kesenian warga Tionghoa yang ditampilkan, namun juga kesenian lokal. Ini benar-benar wujud dari keberagaman di Banyuwangi yang harus dimaknai sebagai realitas sosial yang mesti disikapi dengan bijak, yaitu dengan saling menghargai dan menghormati," ujar Anas.

Menurut dia, meski di Banyuwangi banyak etnis, budaya, dan agama, tidak pernah ada polemik. "Banyuwangi adalah daerah aman dan damai sehingga tidak pernah ada konflik antarumat," ujarnya.

Anas mengatakan, perayaan Imlek ini juga sebagai upaya penguatan bersama warga Tionghoa dalam membangun Banyuwangi. Warga Tionghoa dan kelompok masyarakat lain mesti berpadu bersama pemerintah dalam membantu penyelesaian permasalahan kemasyarakatan, seperti problem siswa putus sekolah dan warga miskin.

"Di Banyuwangi jumlah anak yang putus sekolah tercatat ada lima ribu lebih. Sekarang tersisa tinggal 93 anak yang belum teratasi. Capaian ini akan lebih hebat lagi jika warga Tionghoa ikut keroyokan terlibat bersama pemerintah. Demikian pula untuk pekerjaan rumah lain, seperti peningkatan kualitas sanitasi warga, juga akan lebih mudah diselesaikan jika semua bergandengan tangan, termasuk warga Tionghoa," kata Anas.

Bupati Banyuwangi menambahkan, suasana menjelang Imlek mengingatkannya pada sosok KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden keempat RI. Gus Dur merupakan tokoh yang memberi ruang bagi upaya saling menghargai dalam perbedaan. Gus Dur pula yang berinisiatif membuka ruang ekspresi kebudayaan bagi warga Tionghoa di negara ini.

"Budaya Tionghoa pada masa beliau menjabat Presiden diberi ruang yang luas. Beliau adalah tokoh besar sekaligus ulama yang menjunjung tinggi toleransi. Karena itu, dalam peringatan semacam ini, kita harus berterima kasih kepada Almarhum (Gus Dur)," kata Anas.

Pewarta: Masuki M Astro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017