Paris (ANTARA News) - Seorang pria, yang ditangkap polisi karena menyerang tentara dengan parang di luar Museum Louvre di Paris pada pekan lalu, mengatakan, ingin merusak lukisan dan membalas perlakuan pada warga Suriah, kata sumber pengadilan, Selasa.

Abdullah Reda al-Hamahmy mengakui nama, usia dan kewarganegaraannya pada penyelidik setelah pada awalnya menolak berbicara, kata sumber itu. Al Hamahmy, yang berusia 29 tahun, mengaku memiliki kewarganegaraan Mesir.

Ia membawa cat semprot di tas punggungnya dan mengatakan ingin merusak lukisan di museum terkenal di dunia tersebut, kata sumber itu, dengan menambahkan bahwa pernyataan tersangka harus diperhatikan.

Tersangka itu juga mengatakan ingin membalaskan perlakukan pada warga Syria, kata sumber itu, mengacu pada perang saudara di negara tempat ratusan ribu orang telah terbunuh dan jutaan lagi menjadi pengungsi.

Hamahmy ditembak beberapa kali pada Jumat setelah menyerang tentara seraya berteriak Allahu Akbar dalam apa yang disebut Presiden Prancis, Francois Hollande, sebagai serangan teroris.

Dia dirawat di rumah sakit sejak serangan dan pada Selasa malam tahanan polisinya telah dicabut saat kesehatannya "memburuk dengan cepat" hari itu, kata sumber itu, tanpa menjelaskannya.

Prancis, yang sedang bersiap untuk menggelar pemilihan umum presiden pada April dan Mei, tetap berada di bawah keadaan darurat setelah serangkaian serangan oleh milisi selama dua tahun terakhir tempat lebih dari 230 orang tewas.

Sebelumnya, dilaporkan bahwa Hamahmy yang ditembak prajurit Prancis dekat pintu masuk musium Paris Louvre berasal tiba di Prancis pada 26 Januari lalu setelah memperoleh visa turis di Dubai.

Sumber keamanan di Kairo mengenali pria tersebut lahir di Dakahlia, provinsi di timur laut Kairo, ibu kota Mesir.

Hamahmy dilaporkan menderita luka perah setelah ditembak.

Polisi menggeledah sebuah apartemen yang disewa pria itu di Paris dan sedang bekerja untuk menentukan apakah ia bertindak sendiri atau atas suruhan seseorang.

Hamahmy mengenakan T-shirt ketika ia menyerang sejumlah prajurit yang memeriksa tas-tas dekat pusat perbelanjaan musium itu dengan "parang di masing-masing tangannya".

Ia menyerang satu prajurit dan memukul seorang lagi hingga jatuh. Ketika ia terus melancarkan serangan-serangan terhadap prajurit itu sebelum ditembak di bagian perut.

Prajurit penembak pria itu berasal dari kelompok patroli, yang menjadi pemandangan umum di Paris sejak keadaan darurat diberlakukan pada November 2015 setelah bom dan serangan dilakukan militan IS.

Seorang pria lain luka-luka di bagian kulit kepala.

Pada pertemuan pemimpin Uni Eropa di Malta, Presiden Francois Hollande memuji keberanian dan tekad prajurit. Gerakan itu tak diragukan mencegah serangan teroris, katanya.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017