Surabaya (ANTARA News) - Pemandu program "Empat Mata" di Trans-7, Tukul Arwana, Rabu, diprotes puluhan pelajar SD Muhammadiyah 4, Pucang, Surabaya, Jatim, saat merayakan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di sekolah mereka. "Cipika-cipiki (cium pipi kanan-cium pipi kiri) yang dilakukan Tukul itu tidak bermutu, tidak bermoral, karena bukan muhrim," ujar Fahrizal, pelajar kelas 5 SD Muhammadiyah 4, dalam orasinya. Adegan itu, katanya, disengaja untuk menciptakan "virus" baru untuk ditanamkan kepada masyarakat. Bahkan bintang tamunya mengenakan pakaian yang tak layak dipertontonkan. "Kalau seperti itu, nanti kita akan matikan televisi-nya. Setuju....," ucapnya, bersemangat, yang dijawab puluhan kawannya dengan terikan, "Setuju...." Dalam aksi tersebut, mereka membentangkan poster yang antara lain bertulisan "Cipika-Cipiki Yang Bukan Muhrim... Nggak-lah", "4 Mata atau 1000 Mata Boleh Asal Jaga Akhlak", "Sensor Adegan Perusak Moral" serta "Media-ku Kami Butuh Acara Mendidik," dan sebagainya. Selain itu, para pelajar juga melakukan gerakan teatrikal berupa adegan peradilan "class action", dengan majelis hakim "hati nurani" dan masyarakat yang menggugat tayangan "Banyak Mata" secara "class action". Secara terpisah, Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 4, M Sholihin SAg, menuturkan Tukul Arwana memang telah menjadi "ikon", sampai akhirnya jam tayang yang semula akhir pekan menjadi setiap hari, Senin hingga Jumat. "Alasannya, rating tayangan itu tinggi. Bahkan jam tayang yang semula pukul 22.30 WIB diajukan menjadi 21.30 WIB, tapi mereka tak memperhitungkan bila anak-anak dan remaja pun menonton," tegasnya. Ia menambahkan anak didiknya tidak menolak acara 'Empat Mata', asalkan Tukul sebagai "wong ndeso" sebaiknya tidak merusak acaranya dengan 'cipika-cipiki', busana bintang tamu yang "mengumbar" aurat, dan bahasa yang tak senonoh. Dalam peringatan Hardiknas, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Jawa Timur menggelar seminar yang memprotes sinetron remaja di seluruh stasiun televisi yang dinilai merusak moral remaja. "Banyak sinetron yang berlatarbelakang sekolah dan remaja, tapi mata acaranya justru mengajarkan percintaan, perkelahian, dan gaya hidup hura-hura. Karena itu, kami minta pengelola media bersikap bijak," ucap Ketua IMM Jatim, Sholikul Huda. (*)

Copyright © ANTARA 2007