Manado (ANTARA News) - Investor Jepang masih ragukan kondisi kestabilan sosial politik (sospol) di Indonesia, terbukti dari hasil survei JBIC bahwa 45,2 persen menganggap kondisi tersebut masih terjadi di Indonesia. Ketidakstabilan sosial politik menduduki peringkat pertama alasan menunda investasi di Indonesia, kata pakar Ekonomi Internasional Universitas Waseda Jepang, Shujiro Urata Ph.D pada Seminar on Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement, Rabu di Manado, Sulawesi Utara (Sulut). Faktor lain cukup dominan yakni infrastruktur belum sepenuhnya dibangun sebanyak 41,9 persen, persaingan usaha 38,7 persen, ketidakstabilan nilai rukar 38,7 persen, Sumber Daya Manusia tingkat manajer 35,5 persen, aturan tidak transparan 32,4 persen, pajak tidak transparan 19,4 persen, upah pekerja tinggi 19,4 persen dan kesulitan tenaga kerja teknik 16,1 persen Selain factor tersebut, masih kurangnya investor Jepang datang ke Indonesia karena kondisi ekonomi negeri tersebut juga belum begitu baik, ditandai pertumbuhan ekonomi melambat. Ke depan, hubungan ekonomi Indonesia Jepang termasuk investasi berprospek meningkat, terutama bila Economic Partnership Agreement (EPA) sudah mulai diimplementasikan. Kemudahan investasi menjadi salah satu akan dikerjasamakan melalui EPA, maka yakin akan terjadi hubungan ekonomi saling menguntungkan antara kedua negara, kata Shujiro. Tiga pilar EPA meliputi fasilitasi perdagangan dan investasi, liberalisasi dan kerjasama meningkatkan kapasitas untuk dapat bersaing dan memanfaatkan secara optimal peluang yang ada. Fasilitasi perdagangan dan investasi diantaranya kerjasama di bidang bea cukai, pelabuhan dan jasa-jasa perdagangan serta standar produk yang dihasilkan, sedangkan liberalisasi terutama mengurangi hambatan perdagangan dan kepastian investasi. Seminar yang dilaksanakan JICA dan Departemen Perdagangan, dihadiri para pejabat teknis terkait bidang ekonomi, pengusaha serta cendekiawan dibuka Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut, Albert Pontoh. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007