Jakarta (ANTARA News) - Saifuddin Herlambang, dosen IAIN Pontianak baru-baru ini berhasil mempertahankan disertasinya yang bertajuk "Politik Identitas dalam Tafsir, Studi Tafsir al-Tahrir wa al- Tanwir karya Ibnu Ashur (1879-1973)".

"Dosen IAIN Pontianak itu berhasil meraih cum laude dengan IPK 3,70," kata Edy A Effendi, dosen Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta kepada pers di Jakarta, Rabu.

Edy yang hadir pada sidang promosi doktor dari dosen IAIN Pontianak pada 20 Februari 2017 itu menjelaskan, dalam sidang yang berlangsung di ruang Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu Saifuddin memberikan jawaban-jawaban sangat memuaskan.

Penguji sidang disertasi Saifuddin antara lain Prof Dr Azyumardi Azra, Prof Dr Yunan Yusuf, Prof Dr Zaenun Kamal, dan Prof Dr Didin Saepudin.

"Dalam pandangan Saifuddin, kita bisa mempertimbangkan untuk memilih penafsiran progresif jika memang eksistensi keislaman tidak terasa terancam di negeri ini," kata Edy mengutip Saifuddin.

Hampir semua penafsir kitab suci dari agama apapun, menurut Saifuddin, seringkali melakukan penafsiran yang berbasis politik identitas ketika menafsirkan ayat-ayat politik.

Alasannya, secara natural, sadar atau tidak, siapapun akan melakukan pembelaan, pembenaran, dan penguatan terhadap komunitas dan kelompoknya.

Oleh sebab itu identitas dan ideologi berkorelasi positif dengan sebuah penafsiran, sehingga tafsir bisa saja bersifat lokal dan temporal, dan bagi Saifuddin, dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI, surat Al-Maidah ayat 51 menjadi bagian ayat-ayat politik.

Ia mengakui, secara perspektif penafsiran, ayat tersebut memiliki dinamika penafsiran, dalam pengertian bahwa para mufasir berbeda dalam memahami siapa yang dimaksud "kafir" dalam konteks ayat tersebut.

"Ada yang menujukkan pada identitasnya. Ada pula yang menunjuk pada sifatnya. Ada yang memahami term auliya sebagai teman akrab, sahabat, dan ada pula yang menyebutnya pemimpin. Itu dinamika penafsiran yang tidak bisa dielakkan," ujarnya.

Dosen IAIN Pontianak yang juga pendiri dan Executive Advisor el-Bukhari Institute itu berpendapat, Surat Al Maidah ayat 51 dalam konteks Pilkada DKI 2017 menemukan urgensinya ketika dikaitkan dengan beberapa pernyataan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terhadap ayat itu.

Ayat tersebut menjadi urgen terkait pernyataan Basuki yang mempersoalkan makna auliya bukan pada makna pemimpin.

Dalam kaitan ini, jika melihat opsi penafsiran sebagian mufassir semisal Ibn Ashur, ibn Katsir, Sayid Qutb, dan TabattabaI, maka umat Islam wajib memilih pemimpin Muslim.

Menurut Edy A Efendi, pernyataan itu dilansir Saifuddin ketika menjawab pertanyaan Prof Dr Masykuri Abdillah sebagai pimpinan sidang dalam promosi doktor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

(A015/E001)

Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017