Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius meresmikan masjid dan ruang belajar di Pondok Pesantren Al-Hidayah yang diasuh mantan terpidana kasus terorisme Khairul Ghazali di Sei Mencirim, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat.

Dikutip dalam siaran pers, Suhardi mengatakan masjid itu hadir untuk mendidik anak-anak terhindar dari doktrin-doktrin yang tidak benar mengingat sebagian besar para santri yang ada di pesantren tersebut adalah anak-anak dari para pelaku tindak pidana terorisme.

"Anak-anak harus diberi pendidikan yang baik dan benar agar terhindar dari paham dan aksi terorisme," katanya saat meresmikan masjid yang dibangun menggunakan dana sumbangan para donatur itu.

Ia percaya Khairul Ghazali sebagai pengasuh akan memberikan pemahaman yang benar kepada anak-anak di pesantren ini bahwa jihad yang benar itu bukan merampok atau melakukan teror.

Dikatakannya keberadaan pesantren Al-Hidayah sebagai wujud komitmen dan komunikasi yang baik antara BNPT dengan warga sekitar pesantren dalam mendukung program nasional pemerintah sekaligus sebagai kepentingan BNPT dalam melakukan pembinaan, pencegahan, mewaspadai bahaya radikalisme dan terorisme.

Ia mengatakan pembangunan masjid dan pesantren yang juga menjadi bagian dari upaya BNPT dalam menjalankan program deradikalisasi dalam membina mantan narapidana kasus terorisme dan keluarganya ini akan berlanjut ke Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur.

"Di Jawa Timur, akan bicara dengan Ali Fauzi (mantan pelaku teror yang juga adik kandung terpidana mati kasus Bom Bali Amrozi) mengenai rencana ini. Jadi, ini bukan sekedar wacana, kami langsung aksi," katanya.

Sementara itu Khairul Ghazali yang pernah terlibat dalam kasus perampokan Bank CIMB Niaga pada 2010 menyatakan bersyukur karena keinginannya untuk kembali ke jalan yang benar mendapat dukungan penuh dari pemerintah.

"Untuk itu, saya juga mengajak rekan-rekan saya untuk meninggalkan paham kekerasan dan kembali ke jalan kedamaian seperti yang diajarkan Islam," ujar dia.

Menurut dia radikalisme dan terorisme tidaklah sesuatu yang tiba-tiba terjadi. Ada proses panjang yang menyebabkan radikalisme dan terorisme lahir dan berkembang. Ini juga berarti bahwa penanggulangan terorisme tidak bisa dilakukan dengan singkat pula.

Secara khusus ia memberikan penekanan kepada pentingnya melindungi anak-anak dari bahaya radikalisme dan terorisme. Saat ini di pesantrennya ada 70 anak yang orang tuanya terlibat jaringan terorisme, baik langsung maupun tidak langsung.

Anak-anak yang orang tuanya memiliki keterkaitan dengan terorisme dipandangnya sangat rawan terpapar radikalisme dan terorisme karena mereka didoktrin untuk mematuhi perintah orang tua.

Ia berharap anak-anak yang dididiknya bukan saja terhindar dari bahaya radikalisme dan terorisme, tetapi juga bisa mengajak orang tua mereka untuk menyadari kesalahan dan kembali ke jalan yang benar.

"Anak-anak ini nantinya akan tahu bahwa jihad itu membangun, bukan menghancurkan. Melalui pendidikan yang benar, anak-anak dari keluarga teroris akan mengerti bahwa jihad yang dilakukan oleh orang tua mereka salah," katanya.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017