Jakarta (ANTARA News) - Aksi Agustinus Woro (49) memanjat papan reklame setinggi 25 meter hari ini di kawasan Slipi, Jakarta Barat siang tadi bisa dibilang nekat.

Tanpa tali pengaman, Woro yang saat itu hanya mengenakan celana pendek terkadang berdiri dan duduk di atas papan selama beberapa waktu. Psikiater dari RSCM, dr. Natalia Widiasih, SpKJ (K), Mpd. Ked memandang tindakan ini sebagai upaya mencari sensasi.

"Keliatannya ada upaya untuk cari sensasi ya," tutur dia kepada ANTARA News, Selasa.

Ketika ditanya apakah aksi ini berhubungan dengan kemungkinan Woro mengalami gangguan mental tertentu, Natalia mengaku sulit memastikannya.

"Masih perlu eksplorasi apa tujuannya. Agak sulit untuk menilai apa seseorang gangguan jiwa atau tidak. Kita perlu menilai secara utuh apakah orang tersebut bisa berfungsi secara sosial dan pekerjaan," tutur dia.

Hal senada diungkapkan psikolog Klinis dari klinik Lighthouse, Tara de Thouars, BA, M.Psi. Menurut Tara, bisa saja Woro mengidap gangguan psikis tertentu, namun perlu adanya analisis mendalam mengenai hal ini.

"Bisa iya bisa tidak bergantung dari apa alasan dibalik perilakunya tersebut. Kalau alasannya tidak masuk akal padahal membahayakan diri sendiri bisa jadi dia alami gangguan," kata dia.

Aki Woro ini bukan kali pertama. Pria asal Ngada, Nusa Tenggara Timur itu sebelumnya pernah melakukan hal serupa pada Desember 2016 di lokasi berbeda-beda.

Lewat aksinya itu, Woro meminta sejumlah hal pada aparat berwenang di negeri ini. Pada aksi di atas papan reklame kawasan Slipi, Jakarta Barat hari ini misalnya, dia meminta dukungan dalam pemberantasan mafia hukum bersama Lembaga Bantuan Hukum Universitas Trisakti.

Sementara dalam aksi pada bukan Desember tahun lalu di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, pria yang berprofesi sebagai petani itu meneriakkan kalimat-kalimat sembari mengibar-ngibarkan bendera merah putih.

Dia juga membawa dua spanduk besar bertuliskan ‘panti sosial bukan penjara, anak jalanan bukan penjahat’ dan‘Oknum hakim mafia harus dihukum’ sedang satu lainnya bertuliskan ‘napi bukan bani sapi anjing pak hakim’.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017