Kalau tembakau sintetis sejenis gori, cukup dua kali hisap sudah bisa bikin 'melayang'. Tapi kalau jujur, rasanya melayangnya itu tidak enak
Jakarta (ANTARA News) - Tembakau sintetis atau biasa disebut tembakau gorila oleh para pemakainya menjadi populer setelah beberapa kasus, salah satunya seusai pemain keyboard The Titans, Andika Naliputran, tertangkap atas dugaan penyalahgunaan narkotika jenis itu.

Tembakau gorila yang di kalangan pemakai disebut juga dengan "gori" ternyata memiliki bentuk fisik yang berbeda dengan ganja. Jika ganja berwarna agak kehijauan dan agak lembab, maka tembakau gorila berwarna cokelat dengan daun tembakau yang kering. Bentuknya persis seperti tembakau pada rokok lintingan.

Jika ganja memiliki aroma yang khas, terutama dari asap yang dihasilkan ketika telah dibakar. Tembakau gori tidak berbau, dan ketika di bakar tidak memiliki aroma yang khas seperti ganja.

Menurut sumber ANTARA News, efek yang ditimbulkan dari tembakau gori lebih "mengerikan" dan cenderung tidak enak dibanding dengan efek ganja. Tembakau gori membuat pengguna "melayang" hingga hilang kesadaran dalam dua-tiga kali hisap. Bahkan bisa menyebabkan muntah jika dicoba pemakai baru.

Bagaimana mendapatkannya?


ANTARA News menemui beberapa pengguna tembakau gorila di Jakarta Timur. Mereka rata-rata adalah pengguna ganja yang terpaksa menggunakan tembakau gorila sebagai substitusi karena susah mendapatkan ganja.

Kendati efek yang ditawarkan tidak serupa dengan ganja, para pengguna ini mengaku cukup "melayang" saat menghisap tembakau gorila.

Selain itu tembakau gorila seharga Rp50ribu untuk paket yang bisa dibuat menjadi dua linting, dianggap lebih dari cukup untuk menutupi rasa candu mereka.

"Tembakau gori Rp50 ribu jadi dua linting, itu sudah bisa bikin melayang dan masih sisa barangnya buat besok-besok. Kalau beli ganja, Rp50 ribu cuma sedikit dan habis dipakai sendiri," kata seorang sumber yang bekerja sebagai karyawan swasta.

ANTARA News kemudian memantau pengguna memesan tembakau gori melalui jaringan pemakai pada Kamis (2/3) sore di sebuah tempat di Jakarta Timur. Penjual tembakau gori itu sempat mengatakan sedang tidak berada di Jakarta.

Namun setelah terus menerus mencoba membeli dengan jumlah paketan yang lebih banyak, penjual tersebut justru mengantarkannya ke suatu tempat pada Kamis malam pukul 23.00 WIB.

Selain bisa dipesan untuk bertemu langsung, tembakau gori juga bisa dipesan memanfaatkan orang ketiga, jasa pengantar, bahkan ojek online dengan menyamarkannya di dalam paket makanan.

Penjual itu datang bersama temannya menggunakan sebuah mobil minibus hitam di lokasi yang dijanjikan dan langsung memberikan paket kantung plastik bening seukuran 3x4 cm dari dompetnya berisi tembakau gorila.

Tidak banyak percakapan yang terjadi antar mereka. Setelah transaksi, penjual menawarkan untuk membuatkan paket tembakau itu menjadi lintingan.

"Mau dibikinin sekalian? Sudah ada kertas papirnya?" kata dia. Seorang pengguna yang menjadi sumber ANTARA News kemudian menjawab "Gue bisa bikin, tapi kalau loe mau temenin, boleh aja. Kita pakai bareng saja, biar asyik."

ANTARA News kemudian menyaksikan proses tembakau gori dibuka dari kantung plastik, diletakkan diatas secarik kertas, kemudian dilinting menjadi sebatang rokok berukuran panjang sekira 5cm.

Pengguna dan penjual yang berjumlah sekitar enam orang itu kemudian menikmati satu linting tembakau gori secara bergiliran.



Bagaimana efeknya?


Sekitar 10 menit setelah menghisap tembakau gori, para pengguna mulai bicara ngelantur. Mereka terlihat lemas dan malas bangun dari duduknya, bahkan enggan mengambil botor air mineral yang berjarak satu meter dari posisi duduk mereka.

Sebagian pengguna mulai bersandar di tembok, sebagian lainnya menunduk diam. Tidak ada percakapan di antara mereka, padahal enam pengguna itu duduk berdekatan membentuk sebuah lingkaran.

Suasana "hening" itu berlangsung sekira 30 menit hingga salah satu pengguna bangun dari duduknya untuk mengambil minum. Ia kemudian meminta tembakau gori yang tersisa agar disimpan untuk digunakan lain kali karena mengaku sudah cukup "melayang."

Setelah hampir sadar, seorang pengguna mengatakan bahwa efek "melayang" tembakau gori tidak berlangsung lama, sekitar 30 menit hingga 2 jam tergantung banyaknya yang terhisap.

Pengguna itu mengaku terpaksa menggunakan gori yang rasa "melayangnya" tidak enak karena sulit mendapatkan ganja. Menurut dia, menggunakan ganja lebih enak karena efek halusinasi yang riang dan membuat gampang tertawa.

"Kalau tembakau sintetis sejenis gori, cukup dua kali hisap sudah bisa bikin 'melayang'. Tapi kalau jujur, rasanya melayangnya itu tidak enak," kata dia.

"Aduh itu tembakau enggak jelas. Kalau gele (ganja) kan bisa bikin slow dan berkhayal, nah kalau gori ini enggak jelas. Serba enggak enak rasanya. Enggak bikin berhalusinasi juga, habisnya rasanya tidak enak," kata seorang sumber lain.

Baca juga: (Tembakau gorila rasanya tidak enak, menurut pengguna)




Kandungan tembakau gorila

Badan Narkotika Nasional (BNN) telah mengumumkan bahwa tembakau gorila masuk dalam klasifikasi new psychoactive substances dengan nama AB-CHMINACA yang termasuk jenis synthetic cannabinoid (SC).

Meskipun demikian hingga saat ini zat tersebut belum masuk daftar lampiran UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), namun sejauh ini telah masuk dalam tahap finalisasi draft di Kemenkes untuk masuk dalam Narkotika gol. I.

Kebanyakan dari SC yang beredar dikonsumsi dengan cara dihisap seperti rokok, kemudian SC akan diabsorbsi oleh paru-paru dan kemudian disebarkan ke organ lain terutama otak.

Oleh karena itu salah satu efeknya yakni seseorang akan terlihat "plonga-plongo" sambil membayangkan menjadi "sesuatu" misal superman dan lain sebagainya.

Sedangkan efek samping penggunaan SC yaitu dimulai dari gangguan psikiatri seperti psikosis, agitasi, agresi, cemas, ide-ide bunuh diri, gejala-gejala putus zat, bahkan sindrom ketergantungan.   

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017