Jakarta (ANTARA News) - DPR telah menyerahkan naskah Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang mereka usulkan kepada pemerintah untuk disetujui menjadi RUU yang akan dibahas bersama eksekutif dan legislatif.

Sama halnya dengan pembahasan di legislatif saat masih menjadi usulan inisiatif DPR, pembahasan di pemerintah pun menjadi tarik ulur. Ada kepentingan sektoral yang membuat pemerintah tidak bisa sama dalam menyikapi RUU tersebut.

Saat ini pembahasan RUU Pertembakauan di tingkat kementerian dan lembaga dipimpin bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian.

Kementerian Kesehatan merupakan salah satu pihak yang paling keras menentang RUU Pertembakauan karena dinilai akan mengorbankan kesehatan masyarakat dan masa depan generasi muda. Sikap Kementerian Kesehatan itu didasari penilaian bahwa RUU Pertembakauan jauh berpihak pada kepentingan industri rokok untuk melanggengkan bisnisnya.

Pelanggengan bisnis industri rokok, tentu bertujuan untuk meningkatkan produksi rokok dan di sisi lainnya adalah meningkatkan konsumsi rokok di masyarakat. Peningkatan konsumsi rokok, tentu berbanding terbalik dengan tujuan kesehatan masyarakat.

Karena itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Lingkungan Kementerian Kesehatan Mohamad Subuh meminta hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan dikeluarkan dari RUU Pertembakauan bila pembahasan RUU tersebut dilanjutkan.

"Hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan lebih baik dikeluarkan sehingga RUU Pertembakauan betul-betul tidak bersinggungan dengan kesehatan," kata Subuh.

Hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan misalnya tentang kawasan tanpa rokok dan tujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat yang masih tercantum dalam RUU Pertembakauan.

Subuh mencontohkan peraturan tentang kawasan tanpa rokok yang sudah diatur dalam peraturan lain, termasuk sejumlah peraturan daerah. RUU Pertembakauan mencantumkan aturan yang sepintas mirip, tetapi tidak sama.

"Di dalam naskah RUU Pertembakauan, ada aturan tentang kawasan tanpa asap rokok, jadi yang dilarang hanya aktivitas merokok. Padahal dalam kawasan tanpa rokok, bukan hanya aktivitas merokoknya saja yang dilarang melainkan juga jual beli rokok," tuturnya.

Menurut Subuh, RUU Pertembakauan saat ini masih bersinggungan dengan kesehatan dan banyak aspek lainnya sehingga sensitif bagi banyak pihak. Yang sensitif karena merasa memiliki kepentingan bukan hanya Kementerian Kesehatan, tetapi juga kementerian lain.

"Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, misalnya, juga memiliki kepentingan terhadap RUU Pertembakauan," katanya.



Harus dibahas

Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Willem Petru Riwu mengatakan pemerintah harus membahas Rancangan Undang-Undang Pertembakauan karena merupakan usulan inisiatif dari DPR.

"Saat ini pembahasan di pemerintah masih antarkementerian- lembaga. Memang ada yang pro dan kontra, tetapi pemerintah tetap harus membahas," kata Willem.

Meskipun mengatakan pemerintah harus membahas RUU tersebut, Willem juga mengatakan ada perkecualian bila Presiden Joko Widodo merasa pembahasan perlu ditunda karena alasan tertentu. Hingga saat ini, Presiden belum ada sikap sama sekali terhadap RUU Pertembakauan.

"Presiden masih menunggu sikap dari kementerian-lembaga. Kementerian Perindustrian sendiri siap membahas bersama kementerian-lembaga lain," tuturnya.

Menurut Willem, dalam pembahasan RUU Pertembakauan di tingkat kementerian-lembaga yang dipimpin Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian memang ada perbedaan pendapat mengenai produk rokok.

Dia mencontohkan ada argumentasi bahwa produk rokok memberikan cukai yang tinggi pada penerimaan negara. Di sisi lain, ada yang berargumentasi bahwa rokok perlu dikendalikan karena berkaitan dengan kesehatan masyarakat, ada pula yang beragumentasi tentang tenaga kerja dan petani.

Terkait kritik para pegiat pengendalian tembakau yang menilai RUU Pertembakauan sarat dengan kepentingan industri, di sisi lain mengabaikan kesehatan masyarakat dan generasi muda, Willem mengatakan itu tafsiran yang bisa saja muncul.

"Kementerian Perindustrian adalah kementerian yang membina industri. Dalam pertembakauan ada pihak industri, karena itu Kementerian Perindustrian tidak bisa lepas tangan. Tidak ada kepentingan yang aneh-aneh," katanya.



Tidak berhubungan


Anggota Komisi X DPR Taufiqulhadi, salah satu anggota DPR yang mengusulkan RUU Pertembakauan, mengatakan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan bertujuan untuk melindungi petani tembakau sehingga tidak berhubungan dengan isu kesehatan.

"Kalau mau mengendalikan tembakau, buat saja undang-undang lain, atau revisi undang-undang yang sudah ada," kata Taufiqulhadi.

Taufiqulhadi mengatakan petani selama ini kesulitan karena harga tembakau terus menerus menurun. Di sisi lain, petani tidak memiliki nilai tawar dalam tata niaga tembakau karena industri rokok memiliki stok tembakau impor.

Karena itu, sebagai salah satu pengusul RUU Pertembakauan, Taufiqulhadi ingin memperjuangkan perlindungan petani tembakau dan membatasi tembakau impor. Dia menyebut penggunaan tembakau impor dalam industri rokok lebih banyak daripada tembakau lokal.

"Jadi ini bukan untuk kepentingan industri. Saat memperjuangkan pembatasan tembakau impor pun saya diprotes oleh industri rokok," tuturnya.

Menurut Taufiqulhadi, tembakau memang bukan tanaman utama yang ditanam petani, melainkan tanaman antara yang ditanam diantara masa tanam tanaman lain, misalnya padi.

Meskipun hanya tanaman antara, dulu tembakau bisa menyejahterakan petani. Tidak sedikit petani yang bisa menyekolahkan anaknya dari bertani tembakau.

"Saya lahir dari keluarga besar petani tembakau. Setiap panen tembakau pasti berpesta. Sekarang tidak bisa lagi karena harga tembakau hancur. Sebagai anggota DPR yang didukung petani tembakau, saya berpikir salah satu cara melindungi mereka adalah melalui undang-undang," tuturnya.



Kepentingan industri

Sementara itu, Koordinator Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) Tubagus Haryo Karbyanto menduga kepentingan industri lebih diutamakan dalam RUU Pertembakauan daripada kepentingan pertanian.

"Perdebatan siapa yang memimpin perlu dicermati, apalagi Kementerian Perindustrian menjadi co-leading dalam pembahasan pada tingkat antarkementerian," kata Tubagus.

Menurut Tubagus, tidak akan ada dua kepentingan berbeda yang bisa disatukan dalam satu undang-undang. Karena itu, perdebatan antara kepentingan kesehatan dan industri dalam RUU Pertembakauan tidak akan ada titik temu.

"Karena itu, Presiden harus mengambil sikap yang jelas untuk lebih mendukung kesehatan masyarakat daripada kepentingan industri. Apalagi peta jalan industri hasil tembakau yang bertujuan meningkatkan produksi rokok sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Sudah saatnya lebih melihat sisi kesehatan," tuturnya.

Selama ini, para anggota legislatif yang mengusulkan RUU Pertembakauan selalu berdalih bahwa RUU tersebut untuk melindungi petani. Namun, para pegiat pengendalian tembakau menilai naskah RUU tersebut lebih condong pada kepentingan industri rokok.

Baca juga: (Fahri Hamzah: Proteksionisme tembakau harus dilakukan)

Apalagi, kata Tubagus, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian pada Sabtu (25/2) diketahui mengadakan rapat terkait RUU Pertembakauan yang lebih banyak mengundang perwakilan pihak industri daripada petani.

"Bila benar tujuan RUU Pertembakauan untuk petani, maka industri adalah pihak yang akan diatur. Mereka yang seharusnya taat pada aturan yang akan dibuat dan bukan termasuk pemangku kepentingan," katanya.

Tubagus mencontohkan pembahasan undang-undang tentang narkotika, pemberantasan korupsi atau perlindungan anak. Dalam pembahasan undang-undang tersebut, legislatif maupun eksekutif tidak mengajak bicara bandar narkoba, koruptor dan pelaku kejahatan terhadap anak.

Oleh Dewanto Samodro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017