Jakarta (ANTARA News) - Gelaran Java Jazz Festival 2017 baru saja usai. Seperti tahun-tahun sebelumnya, festival jazz terbesar di Indonesia itu tidak hanya menjadi milik para musisi jazz, namun juga para musisi non-jazz. 

Dan untuk pertama kalinya, Java Jazz yang sudah menginjak usia ke-13 tahun itu menghadirkan sang legenda musik Indonesia, Iwan fals.

Bagaimana jadinya Iwan Fals tampil di festival musik jazz? 

Mungkin pertanyaan itu juga terbersit di antara para penonton yang sudah memenuhi Hall B3/ C3 JI Expo Kemayoran, Jakarta, Minggu (5/3) sejak pukul 23.00 WIB. Hingga menjelang tengah malam, penonton tetap setia menanti sang legenda yang sedikit molor dari jadwal.

Sekitar 23.40 WIB, akhirnya yang ditunggu muncul di panggung dan langsung disambut meriah para penonton.

"Ini pertama kali main di sini setelah 13 tahun. Ini pertama kali diundang, jadi baper saya. Salam sejahtera penuh cinta baik yang percaya Tuhan maupun yang tidak percaya Tuhan," ujar dia.

Tidak ada yang berbeda dari penampilan Iwan Fals malam itu. Topi dan syal yang dikalungkan di lehernya, serta kaos polos warna putih dipadukan jaket yang diikat di pinggangnya.

Sambil menenteng gitar, Iwan masih lanjut bicara. Ia mengaku bangga dapat berada di tengah pagelaran Java Jazz yang dia sebut "lingkaran suci" itu.

"Musik sudah mempersatukan kita, yang merah, yang kuning, yang hitam, yang macam bahasa," ujar dia.

Selanjutnya, Iwan langsung mempersembahkan salah satu lagu hits-nya, "Yang Terlupakan". Sontak saja, para penonton langsung ikut bernyanyi tanpa perintah.

"Jadi sebenarnya lagu ini awalnya dari gitar dulu. Lalu, saya lihat di pojok ada piano," kata Iwan Fals di tengah lagu.

"Piano menurut saya sesuatu yang mewah yang luar biasa. Lalu, syair saya buat 'denting piano' maksudnya apa? Supaya bisa diterima orang kaya," seloroh Iwan.


Politik dan jazz

Ritme jazz sebenarnya sudah terasa di lagu pertama, namun intro lagu "Yang Terlupakan" telah sangat melekat di kuping para penonton.

Demikian pula dengan lagu kedua "Ijinkan Aku Menyayangimu", saat intro-nya dimainkan, penonton langsung antusias kemudian bernyanyi bersama meskipun alunan nada lagu yang dirilis tahun 2006 itu sedikit lebih meriah dari aslinya.

Memasuki lagu ketiga, penonton dibuat sedikit menebak-nebak. Musik jazz sangat kental di bagian intro ditandai dengan up tempo, ritme dan melodi yang cenderung improvisatif.

Saat Iwan Fals mulai menyanyikan lirik "Dunia politik penuh dengan intrik...", penonton baru berteriak, bertepuk tangan, dan kembali ikut bernyanyi.

Permainan harmonika disela lagu tersebut sama sekali tidak mengganggu irama jazz yang telah dibangun. Sebaliknya, harmonika menjadikan penampilan Iwan Fals lebih otentik.

Setelah menyanyikan "Tanam Siram Tanam", aransemen musik jazz kembali kental di "Manusia 1/2 Dewa" ditandai dengan tonalitas yang luas dan sering terjadi modulasi.

Selanjutnya Iwan Fals membawakan lagu "Bongkar" yang bisa dikatakan puncak dari sentilan untuk kondisi politik yang sejak awal sudah ia lontarkan, termasuk menyentil soal Pilkada.

"Pikatak, pilkada serentak, mulai bosan, mulai enek," ujarnya.

Sebelum membawakan lagu "Bongkar", dia mengajak penonton untuk mengubah cara pandang agar tidak mentolerir keserakahan.

"Hati kita adalah sarang setan yang sesungguhnya, tempat segala macam kejahatan," kata dia.

"Musuh kita adalah diri kita sendiri, tak akan berhenti sampai kita mati. Selamat berjuang, kawan!," lanjutnya.




Kolaborasi rasa jazz

Semakin malam, penyanyi berusia 55 tahun itu masih saja memberikan kejutan.

Java Jazz Festival memang memberikan ruang tidak hanya untuk mempertemukan musisi lokal dengan musisi internasional, tetapi juga untuk mencipta kolaborasi yang sebenarnya merupakan ruh dari musik jazz itu sendiri. Tak terkecuali pada pertunjukan Iwan Fals malam itu.

Di pertengahan penampilannya, Iwan memanggil pemain saxophone Kirk Whalum dan pemain terompet Maurice Brown ke atas panggung. 

"Ini kehormatan besar Maurice Brown sama Kirk Whalum. Come here," kata Iwan Fals mempersilakan mereka memasuki panggung.

Intro lagu 'bento" pun mengalun, disusul improvisasi suara saxophone dan terompet yang saling beradu, menyatu dengan musik Iwan dan band. 

Beberapa penonton yang tadinya kembali duduk, langsung berdiri dan bergabung dengan penonton di pinggir panggung. Seolah tidak ingin melewatkan lagu Bento versi jazz, sebagian besar penonton juga mengangkat ponsel mereka untuk mengabadikan momen langka tersebut.

"Namaku Bento, rumah real estate...", seru Iwan Fals. Suasana pun pecah.

Tanpa dikomando penonton bagai membuat paduan suara dadakan, bersama-sama menyanyikan lirik selanjutnya dengan antusias.

Setelah teriakan "Asik!" instrumen alat musik saxophone dan terompet beradu, dimana not-not yang keluar sepertinya bukan hafalan dari backstage, tetapi spontan di stage.

Demikian pula saat Iwan Fals menyanyikan lagu "HIO". Whalum tidak hanya beradu dengan Brown, namun juga dengan semua musisi band pengiring Iwan Fals.

Iwan tampak betul menikmati improvisasi racikan musik jazz-nya bersama kedua teman barunya tersebut. Ia secara spontan kemudian mengajak Whalum dan Brown berinteraksi dengan penonton.

Di sela-sela dan di akhir penampilan kolaborasi, Iwan Fals tak segan-segan merangkul dan memeluk keduanya.

"Lebih tua dua tahun dari saya tapi tenaganya luar biasa," ujar Iwan Fals menyanjung Kirk Whalum.

Waktu telah berganti Senin dini hari. Iwan Fals pun menutup menutup gelaran Java Jazz Festival 2017 dengan membawakan lagu "Kuda Lumping". Sebelum mengakhiri penampilannya, tidak lupa Iwan Fals memperkenalkan satu per satu band yang mengiringi penampilannya.

Setelah habis-habisan tampil nge-jazz, Iwan Fals malah berjoget menirukan tarian kuda lumping diiringi musik klentingan Jawa. 

Akhirnya Java Jazz Festival 2017 selesai. Dan memang tidak salah Iwan Fals menjadi penampil pamungkas malam itu.

"Pulang, tetap sehat, besok kerja semangat," ujar Iwan Fals kepada para penonton, lalu berjalan menuju ke belakang panggung Java Jazz Festival 2017, Senin dini hari. 

                

Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017