Jakarta (ANTARA News) - Jaksa mendakwa mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah melakukan korupsi dalam pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten yang masuk dalam APBD dan APBD Perubahan 2012.

Saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi Afni Carolina mengatakan Ratu Atut Chosiyah bersama-sama dengan Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan melakukan pengaturan dalam proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan provinsi Banten pada APBD 2012 dan APBD Perubahan 2012.

"Dan pengaturan pelaksanaan anggaran pada pelelangan pengadaan alat kesehatan RS Rujukan Pemprov Banten Tahun Anggaran 2012 sehingga memenangkan pihak-pihak tertentu," kata jaksa.

Jaksa menyatakan perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian negara Rp79,79 miliar menurut laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan pada 31 Desember 2014.

Perbuatan itu, menurut jaksa, memberikan keuntungan hingga Rp3,859 miliar bagi terdakwa Ratu Atut Chosiyah serta beberapa orang lain termasuk Tubagus Chaeri Wardana Chasan, yang mendapat keuntungan Rp50,083 miliar.

Penerima keuntungan yang lainnya dari tindak korupsi itu adalah Yuni Astuti (Rp23,396 miliar), Djadja Buddy Suhardjo (Rp590 juta), Ajat Ahmad Putra (Rp345 juta), Rano Karno (Rp300 juta), Jana Sunawati (Rp134 juta) dan Yogi Adi Prabowo (Rp76,5 juta).

Selain itu, orang yang menurut jaksa juga menerima keuntungan adalah Tatan Supardi (Rp63 juta), Abdul Rohman (Rp60 juta), Ferga Andriyana (Rp50 juta), Eki Jaki Nuriman (Rp20 juta), Suherma (Rp15,5 juta), Aris Budiman (Rp1,5 juta) dan Sobran (Rp1 juta).

Kerugian negara bertambah karena ada pemberian fasilitas berlibur ke Beijing berikut uang saku senilai total Rp1,659 miliar kepada pejabat Dinas Kesehatan Banten, serta tim survei, panitia pengadaan dan panitia pemeriksa hasil pekerjaan.

Atut selaku pelaksana tugas (Plt) Gubernur Banten pada 2005 dan menjabat sebagai gubernur definitif untuk periode 2007-2012 dan 2012-2017 selalu meminta komitmen dari para pejabat untuk loyal kepadanya.

"Sejak diangkat baik sebagai Plt maupun gubernur definitif, terdakwa memilih beberapa pejabat di lingkungan Pemprov Banten dengan selalu meminta komitmen kepada pejabat tersebut untuk senantiasa loyal atau patuh sesuai arahan terdakwa maupun Wawan sebagai adik kandung terdakwa yang merupakan pemilik atau komisaris utama PT Bali Pacific Pragama," ungkap jaksa Afni.


Bea Kepala Dinas

Saat Djaja Buddy Suhardja akan dipromosikan menjadi kepala Dinas Kesehatan Banten, Atut meminta komitmen loyalitas Djaja.

Djaja kemudian menandatangani surat pernyataan loyalitas pada 14 Februari 2006 di hotel Kartika Chandra Jakarta dan selanjutnya Atut mengangkat Djaja sebagai Kepala Dinas Kesehatan Banten pada 17 Februari 2006.

Pada pertengahan 2006, di rumahnya, Atut mengarahkan Djaja agar setiap proses pengusulan anggaran maupun pelaksanaan proyek-proyek pekerjaan yang ada pada Dinas Kesehatan provinsi Banten dikoordinasikan dengan Wawan.

"Koordinasi dilakukan untuk mengatur proses pengusulan anggaran sampai menentukan perusahaan yang akan menjadi pemenang dalam pengadaan tersebut," kata jaksa Afni.

Pengaturan proses pengusulan anggaran untuk pengadaan alat kesehatan RS Rujukan Pemprov Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten dalam APBD 2012 dan APBD Perubahan 2012.

Berkenaan dengan pengaturan pengusulan anggaran dalam APBD 2012, menurut jaksa, dalam salah satu pertemuan Wawan meminta agar Dinkes Banten menyusun anggaran dengan komposisi 90 persen dalam bentuk pekerjan kontraktual (pengadaan) dan 10 persen dalam bentuk pekerjaan nonkontraktual.

Wawan juga meminta anggaran tidak dibuat rinci agar pemaketan dan pengerjaan pekerjaan bisa "lebih fleksibel". 

"Atas permintaan itu Djaja setuju dan melaporkan ke terdakwa," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Budi Nugraha.

Dinas kesehatan Banten dalam APBD 2012 mendapatkan anggaran Rp208 miliar, dengan alokasi anggaran untuk pengadaan alat kesehatan RS Rujukan Banten Rp100,7 miliar.

Kemudian Djaja selaku Pengguna Anggaran selanjutnya menunjuk Jana Sunawati sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan menetapkan panitia pengadaan sarana dan parsarana, panitia pengadaan barang atau jasa pekerjaan konstruksi serta tim survei pengadaan.

Djaja pun membuat 10 paket pengadaan alat kesehatanyang telah disusun Jana berdasarkan spesifikasi teknis dan harga dari Yuni Astuti. Sedangkan dalam tahapan pengaturan lelang sampai pelaksanaan, Wawan menunjuk Dadang Prijatna untuk berkoordinasi dengan Yuni dan panitia pengadan dari Dinkes Banten.

Calon pelaksana pekerjaan untuk sembilan paket pekerjaan pun sudah ditentukan Yuni yang sudah mempersiapkan daftar harga yang digelembungkan dengan memperhitungkan keuntungan Wawan sebesar 43,5 persen dari nilai kontrak dan keuntungan Yuni sebesar 56,5 persen untuk paket alkes RS Rujukan.

Sementara dalam pengadaan alat kesehatan laboratorium dan instalasi kamar jenazah RS Rujukan, Baharudin membuat rencana pengadaan dengan memperhitungkan keuntungan Wawan sebesar 45 persen dari nilai kontrak dan keuntungan Baharuddin sebesar 55 persen dari nilai kontrak.

Selanjutnya, dalam APBD Perubahan 2012 Dinas Kesehatan Banten mendapatkan anggaran sebesar Rp252,35 miliar dengan Rp127,82 miliar dialokasikan untuk pengadaan alkes RS Rujukan Banten.

Baca juga: (KPK periksa Ratu Atut terkait korupsi Alkes)

Dalam anggaran ini dibuat empat paket pengadaan dengan Yuni mempersiapkan daftar harga yang sudah digelembungkan dengan memperhitungkan keuntungan Wawan sebesar 56,5 persen dari nilai kontrak.

Sedangkan Ratu Atut mendapatkan Rp3,859 miliar yang diberikan secara bertahap antara Oktober-Desember 2012. Terhadap dakwaan jaksa itu, Ratu Atut tidak mengajukan eksepsi (nota keberatan).


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017