Jakarta (ANTARA News) - Rektor Universitas Darma Persada Dadang Solihin mengatakan korupsi bisa menurunkan tingkat investasi yang berdampak pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi.

"Jika Indonesia bisa memperbaiki praktik korup, khususnya di level birokrasi, investasi akan meningkat 18 persen dan GDP per kapita akan naik sebesar 4,7 persen," ujar Dadang usai pengukuhan gelar dewan kehormatan karate dari Profesor Toshiya Miyawaki di Jakarta, Jumat.

Dia juga mengutip penelitian yang dilakukan Sumitro yang mengatakan sekitar 30 persen dari nominal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tergerogoti setiap tahunnya, yang berimbas pada semakin melebarnya jurang antara si kaya dan si miskin.

Berdasarkan keterangan Badan Pusat Statistik (BPS), indeks kesenjangan pengeluaran penduduk Indonesia sampai dengan Maret 2016 sebesar 0,39 persen. Angka ini menurun 0,02 persen dibandingkan posisi Maret 2015 yang tercatat 0,41. Namun patut dicatat pada 2008, gini ratio hanya 0,35.

"Korupsi juga menghambat pemerataan distribusi hasil-hasil pembangunan. Lebih jauh lagi, korupsi bahkan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, merusak tatanan masyarakat, serta merusak kehidupan negara."

Pertumbuhan ekonomi Indonesia, kata dia, sejak awal dasawarsa 1990-an berada pada level di atas rata-rata 7 persen per tahun. Pada pertengahan 1997, laju pertumbuhan tahunan mencapai 7,4 persen, termasuk tertinggi di Asia. Apabila korupsi diminimalisasi atau bahkan dihilangkan, ekonomi Indonesia bisa tumbuh sekitar 10 persen. Namun, semua itu batal terjadi karena besarnya implikasi korupsi terhadap pembangunan perekonomian.

Korupsi juga membuat indeks daya saing yang dirilis Bank Dunia setiap tahun belum menunjukkan lompatan besar. Tahun lalu, Indonesia masih berada di posisi ke-91 atau naik 15 tingkat dibanding tahun sebelumnya. Perbaikan memang dilakukan dari sisi infrastruktur fisik hingga penurunan tarif pajak. Namun, satu hal yang masih membayang adalah korupsi hingga berakibat ekonomi biaya tinggi.

"Kami semua berharap korupsi dihilangkan dari berbagai lini kehidupan masyarakat. Khusus untuk parlemen, mari kita menengok kembali kesepakatan semua pihak untuk menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik," harap dia.

Sejumlah rektor yang tergabung dalam Forum Rektor Indonesia (FRI) mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntaskan kasus korupsi e-KTP yang diduga melibatkan sejumlah politisi ternama di Tanah Air.

(I025/Y008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017