Jakarta (ANTARA News) - Namanya yang unik kerap menimbulkan tanda tanya, apakah itu asli atau identitas samaran?

Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie mengaku sudah bosan membahas soal itu.

"Saya enggak mau jawab soal itu," katanya pada ANTARA News usai peluncuran novel "Semua Ikan di Langit" yang menjadi pemenang sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta 2016, pekan lalu.

Anak ketiga dari empat bersaudara ini bukan satu-satunya Ziggy di keluarganya. Orangtuanya memberi nama "Ziggy" untuk semua anak-anaknya, yang membedakan hanya nama belakangnya.

Dalam sebuah wawancara, penulis 23 tahun ini pernah mengatakan orangtuanya suka dengan album karya David Bowie "The Rise and Fall of Ziggy Stardust and the Spiders from Mars" yang kelak jadi inspirasi dalam menamai anak-anaknya.

"Itu hanya salah satu spekulasi yang saya berikan," timpal Ziggy saat dikonfirmasi soal itu.

Novelis yang telah menerbitkan 27 buku sejak 2010 itu berbincang dengan ANTARA News, mulai dari nama uniknya hingga niat awal terjun ke dunia literasi.

Tanya (T): Kamu dipanggil apa di rumah?
Jawab (J): Tidak mau berbagi. Soalnya nanti orang-orang akan mulai memanggil saya dengan nama itu dan saya tidak suka (tertawa).

T: Kakak-kakakmu nama belakangnya juga panjang seperti kamu?
J: Iya.

T: Setidaknya enggak akan ada nama yang sama di kelas, ya?
J: Siapa tahu ada yang terinspirasi? 

T: Iya, ya. Apalagi zaman sekarang nama anak-anak semakin beragam.
J: Kasihan anak-anak itu (tertawa). 

T: Kamu juga merasa sebagai yang dikasihani?
J: (mengangguk sambil tersenyum lebar)

T: Kalau bisa milih nama sendiri, namanya siapa?
J: Enggak tahu, enggak pernah memikirkan ganti nama. Soalnya namanya sudah fix. Kayaknya enggak bisa diganti lagi. 

T: Waktu SD, kalau mengisi lembar jawaban komputer, enggak ribet?
J: Isi aja. Waktu SD sebetulnya aku nulis nama itu dengan salah. Aku pisah-pisah per .. hmm.. per dua-tiga suku kata itu aku pisah. Tapi setelah melihat akta kelahiran ternyata disambung. Jadi sepanjang SD itu sebenarnya gampang, dua "Z" di belakang itu tinggal disingkat.

Meski punya nama unik yang bisa jadi pilihan untuk username di media sosial, Ziggy memilih nama @monamiCROISSANT untuk akun Twitter. 

T: Kenapa nama Twitter kamu @monamiCroissant? Suka croissant?
J: Aku sebetulnya enggak suka. Suka sih, cuma aku enggak suka mentega (tertawa). Kenapa ya? Sebetulnya itu tadinya mau dijadikan nama password, tapi kata mbak-ku itu aja yang dijadikan username soalnya lucu. Ya sudah. Jadi mbakku yang milih sebenarnya. Bukan saya, dan dia memang penggemar croissant.

T: Hobi saat senggang?
J: Menonton laptop, streaming. Nonton TV series yang western.



Seperti ayahnya yang merupakan praktisi hukum, Ziggy mengikuti jejaknya dengan mengambil jurusan fakultas Hukum di Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat. Saat ini ia sedang berkutat mengerjakan skripsi agar bisa segera lulus.

T: Kenapa enggak ambil sastra?
J: Memang enggak tertarik sama sastra sih. Memang enggak kepingin masuk sastra. Dan kenapa ya, kalau hukum terutama karena dorongan dari papa sih, dia kan pengacara. Tapi, mungkin memang sengaja enggak ngambil sastra karena kepingin mencoba mempelajari hal baru gitu. 

Kalau buat aku kan kalau aku belajar sastra aku takutnya kayak limited gitu. Malah kayak takut menyalahi tata bahasa, segala macam. Takutnya menulisnya jadi structured. Jadi kayaknya malah justru akan mengekang kalau aku belajar sastra. Itu salah satu pertimbangannya sih. Tapi kalau secara spesifik kenapa ambil hukum, enggak ada alasan sih. Namanya juga baru lulus sekolah enggak tahu harus ngapain (tertawa).

T: Kalau ada pilihan menulis di mesin tik, mau coba?
J: Aku punya mesin tik di rumah. 

T: Masih pakai?
J: Enggak juga. Terakhir pakai waktu SD. Tapi enak sih.. cuma aku enggak mengerti cara ganti pitanya. Tapi seru sih soalnya ada suara-suaranya jadi semangat. Ctak. Ctak. Ctak. (meniru gestur mengetik) Cuma kayaknya enggak bisa konsen (tertawa) jadi pingin main doang. 

T: Buku non favorit?
J: Enggak tahu. Banyak sih baca buku yang enggak disuka tapi enggak pernah diingat.

T: Buku favorit?
J: Pertanyaannya sebenarnya tidak bisa dijawab soalnya banyak. Tapi mungkin salah satu yang paling impressionable itu John Callahan yang “The King of Things and the Cranberry Clown”. Itu sebenarnya kayak poetry book gitu tapi rhyme book gitu untuk anak-anak. Tapi itu message-nya dalam banget. Itu bagus banget. Itu ilustrated book. Sebenarnya bisa dicari sih di online juga ada skrip lengkapnya dan juga ada gambarnya. Itu bagus banget. 

T: Selain buku itu, andai kamu cuma boleh menyimpan satu buku di rumah, buku apa?
J: Di rumah yang mana? Aku ada tiga rumah, gimana ya? Ada perpustakaan di Lampung (rumah orangtua), ada kosan di Bandung yang banyak sekali rak bukunya dan di Jakarta juga. Pilih yang mana?

T: Yang paling sering ditempati?
J: Kalau berdasarkan tingkat frekuensi belakangan ini di Bandung.

T: Kalau begitu yang di Bandung.
J: Di Bandung ya… Apa ya.. sebetulnya ada banyak ya… (berpikir). Aku tidak yakin.. Hehe.. banyak sekali soalnya. Tapi mungkin buku yang tadi (John Callahan) soalnya ada di Bandung. 

Ilustrasi karya Ziggy (ANTARA News/ Nanien Yuniar)


T: Kamu kan multitalenta, bisa main musik, menggambar…
J: Itu cuma hobi saja, tidak didalami. Bukan hobi sih, cuma nyoba-nyoba…

T: Kalau gambar, ilustrasi di “Semua Ikan di Langit” kamu semua yang bikin?
J: Iya, kecuali sampul depan. 

T: Otodidak?
J: (mengangguk)

T: Berniat menawarkan ilustrasi untuk teman-teman novelis lain?
J: Oh saya tidak suka menawarkan jasa. 

T: Kalau diminta, mau?
J: Tergantung permintaannya seperti apa. 

T: Ada niat bikin buku ilustrasi, misalnya ilustrasi anak?
J: Dulu itu cita-cita pertamaku mau nulis sebetulnya pingin nulis buku anak sih. Karena memang pasarnya susah jadi makanya aku “terjebak” di dunia ini (tertawa). Tapi memang waktu awal masuk ke dunia literasi sih kepingin nulis cerita anak, mungkin makanya ceritanya (novel-novelnya) kayak anak-anak terus mungkin karena masih obsessed sama initial wish.

(Baca: Bincang-bincang bersama Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (1))

Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017