Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian Republik Indonesia bersama Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Industrial Development Organization/UNIDO) membahas peningkatan daya saing industri di Indonesia.

"Salah satunya adalah pengembangan industri hijau, yang sejalan dengan visi UNIDO dalam upaya menciptakan pembangunan industri yang inklusif dan berkelanjutan," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai melakukan One on One Meeting dengan Dirjen UNIDO Li Yong di sela-sela Global Manufacturing and Industrialisation Summit (GMIS) 2017 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.

"Selain itu kami juga menyoroti peran industrialisasi sebagai driver pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu.

Menperin mengatakan pembahasan tersebut sekaligus menindaklanjuti kesepakatan proyek kerja sama yang tertuang dalam UNIDO-Indonesia Country Programme (ICP) 2016-2020.

Misalnya, untuk penerapan prinsip industri hijau, upaya bersama yang akan dilakukan seperti mempromosikan efisiensi energi pada industri kecil dan menengah di Indonesia.

“Selanjutnya, mempromosikan penerapan sistem standar optimasi dan manajemen energi di Indonesia, pemanfaatan energi terbarukan lain seperti dari ombak laut,” tutur Airlangga.

Upaya lainnya, pengenalan Environmentally Sound Management dan Disposal System untuk limbah PCB serta Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP) untuk proses pemanasan termal dalam industri logam di Indonesia.

Sementara itu, untuk memacu kapasitas industri nasional, Indonesia diharapkan mampu beralih dari jualan komoditi mentah menjadi ekspor produk manufaktur yang bernilai tambah tinggi sehingga meningkatkan partisipasinya dalam rantai nilai global.

“Apalagi, multiplier effect pengembangan industri akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan nasional,” ujarnya. 

Merujuk data BPS, sepanjang tahun 2016, industri pengolahan non-migas secara kumulatif tumbuh sekitar 4,42 persen dengan memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional mencapai 18,20 persen atau sumbangan tertinggi dibandingkan sektor lainnya.

Pada tahun 2017, industri pengolahan non-migas diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,2-5,4 persen dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1-5,4 persen.

Berdasarkan International Yearbook of Industrial Statistic 2016 yang diterbitkan oleh UNIDO, Indonesia berhasil masuk ke dalam 10 besar negara industri manufaktur terbesar di dunia.

Bahkan, Indonesia mampu melampaui negara industri lainnya seperti Inggris, Rusia dan Kanada. Capaian ini membuat Menperin optimistis terhadap kemajuan industri nasional ke depan.

Terlebih lagi, pemerintah Indonesia berkomitmen menciptakan iklim investasi industri yang kondusif serta kemudahan berusaha melalui deregulasi dan paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan.

“Terutama dengan adanya penurunan harga gas industri dan harga komoditas mulai bangkit,” tuturnya.

Dirjen UNIDO Li Yong mengatakan, program UNIDO untuk Indonesia tahun 2016-2020 merupakan generasi keempat setelah periode 2003-2004, 2005-2007, dan 2009-2013.

“Kami akan memperkuat kerja sama yang komprehensif dengan Indonesia dalam tiga prioritas tematik,” ujarnya.

Pertama, membantu Indonesia dalam memperbanyak kegiatan riset dan pengembangan yang berorientasi pada sektor industri dan kepentingan masyarakat.

Kedua, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan teknologi industri dengan melibatkan politeknik dan jaringan kerja lain di Indonesia.

Ketiga, menciptakan iklim inovatif dalam menyediakan skema insentif untuk mengangkat dan memperkuat struktur industri di Indonesia.

“Program tersebut akan mendorong pada pengurangan kemiskinan, pembangunan berkelanjutan, pembukaan lapangan kerja, menciptakan lingkungan hidup yang bersih dan peningkatan ketahanan energi,” paparnya.

Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017