Perburuan satwa liar memang menjadi momok dan pekerjaan rumah besar bagi Indonesia serta menjadi salah satu penyebab utama penurunan potensi keanekaragaman hayati di negara ini.

Perburuan satwa liar terjadi di seluruh kawasan Indonesia, termasuk di Kalimantan Selatan.

Tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah membuat aktivitas perburuan dan jual beli hewan dilindungi masih marak ditemui.

Kebanyakan masyarakat tidak mengetahui bahwa hewan-hewan yang diperjualbelikan di media sosial maupun di pasar satwa adalah spesies terancam punah dan dilindungi.

Baca juga: (Bandara Timika gagalkan penyelundupan 1.220 kura-kura moncong babi)

Baca juga: (Belasan ribu kura-kura moncong babi dipulangkan ke Papua)

Salah satunya adalah Tum-tum atau tuntong laut (Batagur borneoensis, dulunya bernama Callagur borneoensis) yang juga ditemui di negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Thailand.

Tidak banyak masyarakat yang mengenal hewan eksotis yang satu ini, masyarakat pada umumnya menganggap tum-tum sama seperti kura-kura kebanyakan.

Padahal hewan ini termasuk kura-kura yang paling terancam di dunia, kata pemerhati lingkungan Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin Zainuddin.

Tum-tum merupakan primadona bagi kalangan pehobi reptil.

Baca juga: (Kura-kura langka air asin mati mendadak, Sri Lanka langsung selidiki)

Warna merah dan putih pada kepala indukan jantan membuat harganya kerap melambung tinggi di pasaran.

Satu indukan dewasa tum-tum dapat dibandrol dengan harga jutaan rupiah.

Selain dari keeksotisannya, penyebab tingginya harga pasaran hewan itu baik pada pasar legal hingga pasar gelap disebabkan oleh sulitnya mendapatkan hewan yang satu ini.

Menurut Zainudin yang juga peneliti muda Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia Unlam, tum-tum adalah hewan yang sangat langka.

"Tum-tum masuk ke dalam daftar 25 jenis kura-kura paling terancam di dunia," katanya.

Tortoise and Freshwater Turtle Specialist Group dari IUCN menyebutkan bahwa dari 25 kura-kura paling terancam di dunia tersebut, lima diantaranya adalah hewan khas Indonesia dengan tum-tum salah satunya.

Kura-kura khas yang dulunya banyak dijumpai di Kalimantan, khususnya di Kalimantan Selatan (Kalsel) itu juga telah masuk dalam daftar "red list" lembaga perlindungan hewan internasional International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dengan kategori Critically Endangered (sangat terancam) dan oleh CITES (Convention on International Trade of Endagered Species) digolongkkan dalam Appendiks II yang berarti perdagangannya harus diawasi secara ketat.

Kawasan Kalsel identik dengan lahan basah sehingga terdapat banyak habitat yang sesuai dengan satwa eksotis ini.

Tum-tum umumnya menyukai perairan berlumpur seperti kawasan payau dan mempunyai bentang pantai.

Terdapat beberapa kawasan konservasi yang menjadi habitat alami bagi tum-tum di kalimantan.

Namun diperkirakan hewan itu lebih banyak mempunyai persebaran di luar kawasan konservasi, sehingga pengawasan terhadap tindak laku ilegal seperti perburuan sulit untuk dilakukan.

Sebagai spesies yang masuk dalam prioritas perlindungan satwa nasional, tum-tum wajib untuk dijaga kelestariannya.

"Masifnya perburuan terhadap tum-tum yang berlangsung merupakan faktor utama yang dapat mendorong tum-tum ke dalam jurang kepunahan, selain dampak dari rusak dan hilangnya habitat," ujar Zainudin.

Di Kalimantan Selatan terdapat dua daerah yang diduga menjadi kawasan perburuan tum-tum, khususnya Kalimantan Selatan bagian tenggara yang merupakan daerah pantai dan kawasan mangrove.

Namun hampir satu dekade terakhir sudah jarang ditemukan populasi dan habitat tum-tum akibat lajunya kerusakan kawasan pantai dan mangrove dari alih fungsi lahan serta perburuan liar.

Selain itu perubahan iklim yang sangat ekstrem berdampak tingginya tingkat kegagalan penetasan telur.

Suhu yang tinggi dapat menyebabkan telur mengalami dehidrasi sehingga gagal untuk menetas.

Untuk itu diperlukan upaya konservasi yang berfokus pada peningkatan dan penyadartahuan tentang pentingnya melestarikan tum-tum dan habitatnya.

"Sinergisitas semua pihak sangat diperlukan untuk mencegah kepunahan tum-tum di Kalsel maupun kawasan lainnya. Pengawasan akan animal trafficking hendaknya juga dilakukan oleh masyarakat bukan hanya pihak BKSDA atau dinas terkait saja," tuturnya.

Ketua Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia Unlam Amalia Rezeki menambahkan bahwa edukasi dan penyadartahuan kepada masyarakat sangat perlu untuk terus menerus dilakukan terkait konservasi hewan langka tersebut.

Selain dilindungi oleh dunia internasional, tum-tum juga telah dilindungi oleh undang-undang di Indonesia seperti UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Selain itu tum-tum juga termasuk ke dalam spesies prioritas nasional kategori reptil dan amfibi di Indonesia berdasarkan Permenhut No. P.57/Menhut-II/2008 tentang arahan strategis konservasi spesies nasional 2008-2018.

Pewarta: Hasan Zainuddin
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017