Jakarta (ANTARA News) - Berbicara di forum International Exhibition of Home Land Security 7th Edition pada Rabu di Singapura, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius memaparkan mengenai strategi Indonesia dalam menanggulangi terorisme.

"Kami menggunakan dua langkah dalam penanggulangan terorisme, yaitu soft approach (pencegahan) dan hard approach (penindakan)," ujar Suhardi di depan peserta dari berbagai negara, sebagaimana dikutip dalam siaran pers.

Hadir dalam forum itu antara lain Menteri Dalam Negeri dan Hukum Singapura K Shanmugam dan Duta Besar Prancis untuk Singapura Marc Abensour.

Suhardi menjelaskan langkah pencegahan yang ditempuh BNPT antara lain dengan deradikalisasi dan kontraradikalisasi, sedangkan penindakan menggunakan aturan hukum yang berlaku di Indonesia dengan tetap menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam pencegahan BNPT bersinergi dengan lembaga dan kementerian terkait, pemerintah daerah, pimpinan daerah, psikolog, sosial, dan masyarakat, termasuk kalangan muda pegiat media sosial dan Internet untuk menjadi duta damai di dunia maya.

Hal itu, kata Suhardi, untuk mengimbangi gerakan kelompok teroris yang juga memanfaatkan kemajuan teknologi melalui Internet dan media sosial untuk menyebar propaganda dan merekrut anggota.

"Harus diakui saat ini generasi muda yang terkena virus ideologi radikal terus meningkat. Karena itu, salah satu kontraradikalisasi yang kami lakukan adalah dengan merekrut kalangan muda penggiat media sosial dan Internet," kata Suhardi.

Mereka bertugas menyebarkan pesan-pesan damai dan positif dengan bahasa anak muda di media sosial dan Internet. Langkah itu dinilai lebih efektif dalam melindungi dan menyadarkan generasi muda dari propaganda radikalisme dan terorisme.

Selain itu, BNPT juga melibatkan para mantan kombatan yang sudah bertobat untuk menyempurnakan program deradikalisasi, baik bagi napi terorisme di dalam Lembaga Pemasyarakat (Lapas) maupun mereka yang sudah bebas.

BNPT juga memberikan pelatihan keterampilan kewirausahaan bagi keluarga mantan teroris dan beasiswa bagi anak-anaknya agar mereka tidak terpinggirkan dan bisa diterima masyarakat sehingga tidak kembali lagi ke jaringan lamanya.

"Kami juga merangkul organisasi kemasyaratan (Ormas) moderat terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, untuk meluruskan pemahaman keagamaan yang selama ini keliru ditafsirkan para mantan (teroris) tersebut," tutur Suhardi.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017