Bangkok (ANTARA News) - Raja Thailand, Kamis, menandatangani undang-undang dasar yang disokong militer dan merupakan langkah penting menuju penyelenggaraan pemilihan umum.

Junta Thailand telah menjanjikan akan mengembalikan demokrasi setelah kudeta ke-12 dalam waktu lebih dari 80 tahun.

Undang-undang baru itu merupakan ke-20 yang disahkan di negara Asia Tenggara tersebut sejak berakhirnya monarki absolut pada 1932.

Para pengritik mengatakan undang-undang itu akan memberikan suara yang lebih kuat bagi para jenderal terhadap perpolitikan Thailand selama bertahun-tahun, jika tidak berpuluh-puluh tahun.

Kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn juga diperkuat dengan berbagai perubahan baru-baru ini, atas permintaan istana, ke dalam rancangan undang-undang, yang telah disetujui dalam referendum pada Agustus tahun lalu, kata para pengulas.

Baca juga: (Putra Mahkota Vajiralongkorn terima permintaan menjadi Raja Thailand)

Baca juga: (Raja baru Thailand untuk pertama kali tampil di muka umum)

"Semoga rakyat Thailand bersatu dalam undang-undang ini untuk memelihara demokrasi dan kedaulatan mereka," kata seorang pejabat Kantor Panitera Kerajaan dalam suatu upacara yang gemerlap. Ia berbicara mewakili raja, mantan pejabat militer yang menandatangani konstitusi dengan mengenakan baju seragam.

Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, yang merebut kekuasaan pada 2014 melalui kudeta, mengatakan Thailand saat ini berada dalam perjalanan menuju pemilihan umum dalam waktu 19 bulan seperti yang dimandatkan oleh undang-undang. Namun karena ada sejumlah langkah yang harus diambil, ia tidak bisa menentukan tanggal yang pasti.

"Setelah pemerintahan baru terbentuk, pemerintahan ini akan menyerahkan tugas dan menyelesaikan masa tugasnya," ujarnya melalui televisi pemerintah.

Baca juga: (Raja Thailand serukan persatuan dalam pidato Tahun Baru)

Baca juga: (Thailand mengenang Raja Bhumibol (video))

Pihak militer sebelumnya menjanjikan bahwa pemilihan umum akan diselenggarakan pada 2015, setelah mereka merebut kekuasaan dari pemerintahan yang dipimpin oleh Yingluck Shinawatra. Yingluck adalah saudara perempuan Thaksin Shinawatra, pemimpin populis yang digulingkan pada 2006. Militer mengatakan bahwa kudeta ditempuh untuk mengakhiri kekacauan politik.

Thailand menyetujui rancangan UUD baru melalui referendum pada Agustus lalu namun pihak istana meminta beberapa perubahan pada Januari, setelah Raja Vajiralongkorn mengambil alih kekuasaan dari mendiang ayahnya, Raja Bhumibol Aduljadej yang sebelumnya memimpin Thailand selama lebih dari tujuh puluh tahun.

Salah satu perubahan yang dibuat adalah soal aturan yang memungkinkan raja untuk bepergian ke luar negeri tanpa harus menunjuk seorang pejabat pelaksana tugas. Raja Vajiralongkorn menghabiskan sebagian besar waktunya dalam beberapa tahun belakangan ini di Jerman, tempat ia memiliki seorang putra yang sedang bersekolah.

Perubahan lainnya adalah penghapusan pasal yang memberikan kekuasaan kepada pengadilan konstitusi dan lembaga-lembaga lainnya saat krisis muncul secara tak terduga. Demikian laporan Reuters.

(Uu.T008)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017