Jakarta (ANTARA News) - Jaksa mendakwa Kepala Subdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno menerima 148.500 dolar AS (setara Rp1,998 miliar) dari uang Rp6 miliar yang dijanjikan oleh pengusaha Ramapanicker Rajamohanan Nair kepadanya untuk membantu penyelesaian masalah pajak PT EKP.

Saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, Jaksa Penuntut Umum KPK Ali Fikri menyebutkan bahwa saat penyerahan uang 21 November 2016, Handang lebih dulu menginformasikan ke ajudan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiastedi bernama Andreas Setiawan alias Gondres melalui aplikasi WhatsApp.

"Terdakwa menginformasikan melalui pesan WhatsApp kepada Andreas Setiawan alias Gondres selaku ajudan Ken Dwijugiastedi bahwa terdakwa akan mengambil uang yang telah disiapkan oleh Ramapanicker Rajamohanan Nair dengan kalimat 'Sy izin ke arah kemayoran mas ngambil cetakan undangannya'," kata Ali.

Gondres menjawab pesan itu dengan: "siap saya stadby di lante 5 mas".

Kemudian sekitar pukul 20.00 WIB terdakwa mendatangi rumah Ramapanicker Rajamohanan Nair di Sprinhill Golf Residence Kemayoran dan menerima kantung kertas hitam berisi uang 148.500 dolar AS.

Beberapa saat kemudian Gondres kembali menghubungi terdakwa, mengatakan dia sudah berpindah ke restoran Monty's dengan mengatakan 'mhn ijin mas...saya geser ke montys nunggu bapak", merujuk ke Dirjen Pajak Ken Dwijugiastedi.

Tidak lama kemudian, menurut jaksa, petugas KPK mengamankan terdakwa dan Ramapanicker beserta barang bukti.


Masalah

Masalah pajak PT EKP meliputi pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) periode Januari 2012-Desember 2014 dengan jumlah Rp3,53 miliar, Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN) tahun 2014 sebesar Rp52,36 miliar dan STP PPN tahun 2015 sebesar Rp26,44 miliar, Penolakan Pengampunan Pajak (tax amnesty), Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Pemeriksaan Bukti Permulaan pada KPP PMA Enam Kalibata dan Kantor Kanwil Dirjen Pajak (DJP) Jakarta Khusus.

Awalnya, Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Enam Jakarta memberikan imbauan kepada PT EKP agar melunasi PPN kacang mete gelondong 2014 sebesar Rp36,87 miliar dan pada 2016 sebesar Rp22,4 miliar, namun Rajamohanan mengajukan keberatan ke KPP PMA Enam dan disarankan untuk ikut program amnesti pajak oleh kepala kantor KPP PMA Enam Johnny Sirait.

Namun permohonan PT EKP untuk mengajukan TA ditolak karena PT EKP punya tunggakan pajak di STP PPN Desember 2014 sebesar Rp52,36 miliar dan pajak Desember 2015 sebesar RP26,44 miliar.

Selanjutnya Jhonny Sirait menginstruksikan pengajuan usul pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana pajak atas nama PT EKP tahun 2012-2014. Jhonny juga mengeluarkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada PT EKP.

Menurut jaksa, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv bertemu dengan terdakwa pada 22 September dan menyampaikan keinginan Arif Budi Sulisyto supaya dipertemukan dengan Ken Dwijugiasteadi. Atas permintaan itu, terdakwa pada 23 September 2016 mempertemukan Arif dengan Ken di lantai lima gedung Dirjen Pajak.

Arif adalah Direktur Operasional PT Rajakbu Sejahtera yang juga adik ipar Presiden Joko Widodo.


Pertemuan-Pertemuan

Pada 28 September 2016, karena permasalahan pajak PT EKP tidak dapat diselesaikan Muhamamd Haniv, Direktur Utama PT Bangun Bejana Baja Rudy Prijambodo Musdiono menyarankan Rajamohanan menemui Handang yang jabatannya dianggap lebih tinggi di Ditjen Pajak untuk meminta bantuan menyelesaikan persoalan STP.

Rajamohanan meminta bantuan Arif terkait penyelesaian masalah pajak PT EKP dengan mengirimkan dokumen-dokumen tersebut melalui WhatsApp yang diteruskan Arif ke Handang.

Handang menyanggupi permintaah itu, mengatakan "Siap bpk, bsk pagi saya menghadap beliau bpk. Segera sy khabari bpk".

Pada 4 Oktober 2016, atas arahan Ken Dwijugiasteadi, Muhammad Haniv memerintahkan Jhonny Sirait membatalkan surat pencabutan pengukuhan PKP PT EKP, sehingga KPP PMA Enam mengeluarkan surat Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP PT EKP.

Pada 5 Oktober Rajamohanan menemui Handang dan meminta bantuan untuk menangani masalah PT EKP lainnya. Handang menyarankan Rajamohanan menyelesaikan STP lebih dulu.

Handang pun meminta kepada Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyelidikan Kanwil DJP Jakarta Khusus, Wahono Saputro, membantu penyelesaian masalah PT EKP dengan membuat pertemuan pada 20 Oktober 2016 antara Rajamohanan, Wahono dan Handang di Nippon Khan Hotel Sultan.

"Dalam pertemuan tersebut Rajamohanan menjanjikan akan memberikan uang dengan jumlah 10 persen dari total nilai STP PPN senilai Rp52,36 miliar, dan setelah negosiasi disepakati uang yang diberikan oleh terdakwa kepada Handang dibulatkan menjadi Rp6 miliar," kata jaksa Ali Fikri.

Uang Rp6 miliar itu sudah termasuk uang untuk Muhammad Haniv selaku Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, yang atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan tentang pembatalan surat tagihan tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2014, dan pembatalan surat tagihan tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2015 atas nama PT EKP yang diterima Rajamohanan pada 7 November 2016.

Atas dakwaan itu, Handang tidak mengajukan nota keberatan.

"Setelah kami berunding dan mendengarkan dakwaan baik dari terdakwa dan penasihat hukum tidak mengajukan eksepsi," kata pengacara Handang, Soesilo Ariwibowo.

Sidang perkara itu dilanjutkan 25 April dan menghadirkan tiga-empat orang saksi.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017