Beijing (ANTARA News) - Lebih dari 3.100 pejabat pemerintahan di China dimintai pertanggungjawaban karena dianggap lemah dalam melaksanakan pengendalian polusi di tujuh provinsi di negara tersebut.

Para pengawas yang diangkat oleh Dewan Pemerintahan dan kabinet telah bekerja selama sebulan di Beijing, Shanghai, dan beberapa kota di Chongqing, Gansu, Guangdong, Hubei, dan Shaanxi sejak November tahun lalu.

Hasil audit mereka menemukan lebih dari 15.000 kasus pelanggaran, demikian data Kementerian Lingkungan Hidup China, Senin.

Sebagaimana inspeksi di tujuh provinsi menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak cukup perhatian terhadap masalah lingkungan sehingga kualitas udara dan pencemaran air terus memburuk di beberapa wilayah.

Sebagai contoh Provinsi Gansu yang pada 2013 telah merencanakan pengendalian polusi udara, namun para pengawas mendapati bahwa program tersebut tidak dilaksanakan sepenuhnya atau pelaksanaan di beberapa kota di wilayah itu tidak dievaluasi.

Bahkan, Pemerintah Provinsi Gansu dinilai gagal memenuhi target pengurangan polusi pada 2014 dan 2015.

"Beberapa pejabat pemerintahan yang berjanji memprioritaskan kelestarian lingkungan tidak sesuai kenyataan di lapangan (lip service)," demikian laporan hasil pengawasan di Provinsi Hubei.

Ketua Partai Komunis Shanghai, Han Zheng, mengakui sejumlah pelanggaran yang dipaparkan oleh para pengawas menunjukkan bahwa kesadaran tentang lingkungan di kotanya masih menjadi persoalan rumit.

"Kami terus mengenalkan pentingnya kelestarian lingkungan dan mendesak penanganan polusi," ujarnya kepada media resmi pemerintah setempat.

Hasil inspeksi terbaru juga mendapati bahwa pencemaran air makin meluas akibat limbah yang tidak diolah terlebih dahulu yang dibuang langsung ke sungai di beberapa wilayah, termasuk Beijing dan Shanghai.

Di antara para pejabat yang dimintai pertanggungjawaban atas ketidakbecusan menangani limbah, 30 persen dari Provinsi Shaanxi yang banyak terdapat proyek bergantung pada batu bara, termasuk pembangkit listrik dan beberapa industri kimia.

Otoritas ekonomi provinsi tersebut gagal mencapai target pengurangan konsumsi batu bara selama dua tahun.

Lebih dari 4.600 pejabat di tujuh wilayah tingkat provinsi telah diperiksa, sedangkan 265 orang yang bertanggung jawab mengenai polusi telah ditahan.

Kemudian lebih dari 12.000 unit perusahaan yang ditemukan melakukan pelanggaran diwajibkan memperbarui sistem pengolahan limbah untuk mengurangi polusi dan dikenai sanksi penutupan.

Sekitar separuh dari perusahaan tersebut yang berada di Guangdong telah dikenai sanksi denda seluruhnya mencapai 138 juta yuan atau sekitar Rp269,1 miliar.

Tujuh pemerintah provinsi tersebut juga diwajibkan menyerahkan rencana ratifikasi kepada Dewan Pemerintahan dalam 30 hari kerja dan harus menyampaikannya kepada publik.

Pusat inspeksi lingkungan menjadikan Provinsi Hebei sebagai daerah percontohan pada 2015. Sebanyak 15 provinsi lainnya akan dievaluasi mulai bulan ini.

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017