Jakarta (ANTARA News) - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengatakan, hingga H-2 pemungutan suara putaran kedua Pilkada DKI Jakarta, masih banyak pemilih yang telah terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT) namun belum mendapatkan formulir C-6 (undangan memilih).

"Sampai dengan hari ini (H-2), PPS dan KPPS masih banyak yang belum membagikan undangan memilih (formulir C-6) kepada pemilih yang namanya tercantum dalam DPT, terutama di basis pemilih pasangan calon nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot)," kata Wakil Kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi (BBHA) Pusat PDIP, Diarson Lubis di Jakarta, Senin.

Hal itu menunjukan kinerja penyelenggara pemilihan umum (pemilu) di DKI Jakarta, khususnya Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), tidak melaksanakan tugas dengan baik.

Oleh kareba itu, pihaknya mendesak KPU DKI Jakarta dan Bawaslu DKI Jakarta untuk mengambil tindakan tegas agar seluruh calon pemilih di DKI Jakarta yang namanya tercantum dalam DPT harus menerima formulir C-6 paling lambat pada Selasa, 18 April 2017 atau H-1 pemungutan suara.

Menurut Diarson, pelanggaran yang dilakukan oleh penyelengara pemilu itu sangat merugikan pasangan Ahok-Djarot. Seharusnya undangan memilih itu sudah diberikan paling lambat H-3 atau Minggu (16/4) agar warga memiliki waktu untuk melakukan koreksi.

Selain itu, Diarson juga mengatakan, sebelum pelaksanaan putaran kedua Pilgub DKI Jakarta, masih banyak pelanggaran dan kecurangan yang terjadi, baik yang dilakukan oleh penyelenggara maupun oleh pasangan calon/tim pemenangan pasangan calon lainnya, Anies Baswedan-Sandiga Uno serta kelompok masyarakat tertentu.

"Pelanggaran itu terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), yang sangat merugikan pasangan Ahok-Djarot," katanya.

Pelanggaran yang dicatat BBHA Pusat PDIP, antara lain kampanye di rumah ibadah (masjid) dengan cara mendiskreditkan pasangan Ahok-Djarot. Lalu, ada pula pemasangan spanduk-spanduk provokatif yang merugikan Ahok-Djarot, di mana ditemukan lebih dari 1.200 spanduk provokatif di seluruh wilayah DKI Jakarta.

"Pelanggaran lain adalah melakukan kampanye hitam dan fitnah terhadap pasangan calon nomor urut 2. Juga terjadi pengusiran terhadap Djarot di masjid seusai melaksanakan shalat Jumat," ujarnya.

Diarson juga mencatat terjadi intimidasi dan pemukulan terhadap tim pemenangan dan para pemilih di basis pasangan Ahok-Djarot. Lalu, tim pemenangan pasangan Anies-Sandi melakukan kampanye di masa tenang dengan memfitnah pasangan Ahok-Djarot.

"Tim pemenangan Anies-Sandi juga melakukan praktik politik uang di seluruh wilayah DKI Jakarta (masif), baik berupa uang maupun barang (sembako). Bahkan, calon gubernur nomor urut 3, Anis Baswedan ikut langsung membagi-bagikan sembako kepada masyrakat (bukti berupa rekaman video dan foto-foto)," tuturnya.

Atas dasar itu, PDIP meminta kepada Bawaslu DKI Jakarta dan aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Tim Sukses Anies-Sandi serta kelompok masyarakat tertentu.

"Tindakan mereka sangat merugikan pasangan Ahok-Djarot," ujarnya.

(T.S037/J003)

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017