Malang (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nasir mengemukakan tidak mudah dan cukup sulit untuk membangun sistem negara yang bersih dan ekonomi berkeadilan dengan kondisi yang ada saat ini.

"Untuk membangun sistem dan good governance memang harus sabar dan tidak mudah karena semua sistem harus satu irama. Kita ingin menjadi negeri yang bersih dengan ekonomi yang berkeadilan, meski itu tidak gampang," kata Haedar Nasir dalam sambutannya usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jatim, Selasa.

Dalam membangun sistem, lanjutnya, termasuk sistem politik yang mengarah pada good governance masih jauh dari harapan. Contoh terakhir adalah yang terjadi pada DPD. Kondisi itu sebagai cermin lemahnya membangun sistem.

Ia mengakui untuk membangun sistem good governance tersebut tidak semua memberikan dukungan, termasuk para elit politik, bahkan ada perlawanan dari mereka yang selama ini lemah dalam sistem. "Tegaknya sistem good governance perlu ada kultur dan kebiasaan," ucapnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, OJK sangat penting dan sentral peranannya untuk membangun penegakan sistem tersebut. "Berdirinya OJK maupun KPK adalah sebagai jembatan untuk mengelola sumber daya alam yang sebesar-besarnya untuk rakyat, ujarnya.

Hanya saja, kata Haedar Nasir, di satu pihak, negara ini dikuasai oleh pemilik modal dan bagaimana pemilik modal itu mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, bahkan kapitalis tega menguras kekayaan Indonesia yang efeknya menyengsarakan rakyat. Namun, di pihak lain sistem negara kurang baik.

Apalagi, katanya, para pemilik modal ini juga masuk ke arena politik hingga pemilihan kepala daerah (pilkada). "Ini problem besar bagi kita, ini ancaman bagi bangsa kita, sebab yang seperti ini tidak kasat mata dan tidak terjangkau oleh kita, bahkan yang kita cemaskan justru kepala daerah apakah bisa menjadi sosok yang berintegritas dan independen," urainya.

Haedar khawatir seberapa besar keinginan bangsa Indonesia membangun sistem good governance, nantinya bisa dirusak oleh para pemilik modal karena hasrat ekonomi politiknya tidak terbatas.

"Oleh karena itu, kita harus tetap konsekuen membangun peradaban yang lebih baik dan dari kampus inilah kita tanamkan benih-benih untuk membangun peradaban agar ke depan negeri kita menjadi lebih kuat, lebih bersih dan mampu mewujudkan good governance," paparnya.

Sementara itu Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengemukakan OJK akan terus melakukan sosialisasi terkait keuangan syariah. Sikap pemerintah sudah jelas dan itu ada undang-undangnya, bahkan pemerintah sudah membentuk Komite Keuangan Nasional Syariah.

"Secara khusus bagaimana menjadikan Indonesia sebagai pusat keuangan syariah regional. Sekarang kita bersaing dengan Malaysia dan Singapura. Oleh karena itu, keinginan ini harus dikerjakan bersama-sama," ucapnya.

Untuk saat ini, katanya, perkembangan keuangan syariah di Tanah Air masih sangat kecil, yakni sekitar 5 persen, sedangkan di Malaysia sudah mencapai 30 persen, sehingga harus kerja keras dan mendorong dilakukannya sosialisasi di berbagai even dan kesempatan.

"Belakangan ini memang sudah mulai bermuinculan ekonomi syariah, bahkan sudah menjadi bagian dari lifestyle. Namun, pertumbuhannya harus terus kita dorong agar keinginan menjadi pusat keuangan syariah regional bisa terwujud," paparnya.

(T.E009/I007)

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017