Jakarta (ANTARA News) - Ketua panitia pengadaan KTP Elektronik Drajat Wisnu Setiawan mengaku menerima 40 ribu dolar AS dari proyek senilai total Rp5,92 triliun.

"Saya dapat 40 ribu dolar AS dari Pak Giarto (Sugiharto), uangnya saya simpan dan sudah dikembalikan ke KPK 40 ribu dolar AS," kata Drajat dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Drajat menjadi saksi untuk dua terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Padahal dalam dakwaan Sugiharto dan Irman, Drajat Wisnu Setyawan selaku ketua panitia pengadaan menerima sebesar 615 ribu dolar AS dan Rp25 juta.

"Uang diterima setelah selesai e-KTP-nya, saya saya khilaf menerima uang itu," tambah Drajat.

"Apakah sudah terbiasa dengan praktik itu?" tanya ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar.

"Tidak yang mulia, saya hanya sekali itu saja menerima dari pak Giarto," jawab Drajat.

"Ada juga pemberian uang ke auditor?" tanya hakim Jhon.

"Pada waktu itu ada review BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) jadi ada uang untuk upah lembur dan uang makan," jawab Drajat.

"Apakah ada kewajiban kasih uang?" tanya hakim Jhon.

"Tidak ada," jawab Drajat yang mengaku memberikan untuk auditor BPKP bernama M Toha. Sedangkan dalam dakwaan, ada auditor BPK bernama Wulung yang memeriksa pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil menerima sejumlah Rp80 juta untuk medapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil 2010.

"Lalu ada keterangan saudara mengatakan Setelah menerima uang dari Sugiharto saya bawa ke dari rumah dan pada saat yang sama saya berikan ke anggota panitia pengadaan yang lainnya sebesar Rp10 juta, ini benar?" tanya hakim Jhon.

"40 ribu dolar AS tadi untuk kerja lembur pantiia, lalu kami simpan dan diserahkan ke pantia lelang dalam bentuk rupiah. Ada 6 pantia lelang dan masing-masing Rp10 juta jadi semuanya RP60 juta," jawab Drajat.

Uang itu, menurut Drajat berasal dari dana DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran), untuk biaya operasional antia lelang dengan anggaran sekitar Rp100 juta.

Selain uang yang diterimanya, Drajat juga mengaku pernah mengantarkan bungkusan yang belakangan diketahui merupakan uang ke rumah dinas DPR mantan Sekretaris Fraksi Partai Golkar Ade Komaruddin.

"Saya disuruh mengantarkan bungkusan tapi saya tidak tahu isinya uang ke rumah dinas DPR oleh Pak Irman, saya hanya dikasih alamatnya tapi saya tidak tahu jabatannya apa dan siapa," ungkap Drajat.

"Namanya siapa? Bagaimana menyerahkannya?" tanya jaksa penuntut umum Abdul Basir.

"Ada alamatnya dan mungkin ada pembicaraan dengan Pak Irman, saya hanya kontak dengan istrinya yang di rumah itu," jawab Drajat.

"Apakah ada nama Ade Komarudin?" tanya jaksa Basir.

"Saya tidak tahu persis, saya hanya tahu Ade Komarudin orang DPR, akhirnya diberikan uang ke istri yang menunggu rumah itu karena saat saya mau kasih uang istrinya menelpon," jawab Drajat.

Atas pengantaran uang itu, Ade Komarudin sudah membantahnya dalam sidang pada 6 April 2017.

Pewarta: Desca Lidya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017