Brussel, Belgia (ANTARA News) - Aung San Suu Kyi pada Selasa (2/5) menolak keputusan dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelidiki dugaan kejahatan yang dilakukan pasukan keamanan Myanmar terhadap minoritas muslim Rohingya.

Badan PBB tersebut pada Maret setuju mengerahkan sebuah misi pencari fakta ke Myanmar sehubungan dengan dugaan adanya pembunuhan, pemerkosaan dan penyiksaan di negara bagian Rakhine.

"Kami tidak menyetujuinya," kata Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar, dalam konferensi pers bersama kepala diplomatik Uni Eropa Federica Mogherini saat mengunjungi Brussel, ketika ditanya mengenai pemeriksaan itu.

"Kami memisahkan diri kami dari resolusi tersebut karena kami merasa resolusi itu tidak sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan."

Peraih Hadiah Nobel Suu Kyi mengatakan bahwa negaranya akan "senang menerima" rekomendasi yang "sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya di kawasan tersebut."

"Namun, rekomendasi yang akan semakin memecah belah kedua komunitas di Rakhine tidak akan kami terima, karena itu tidak membantu menyelesaikan masalah yang muncul sepanjang waktu."

Reputasi Suu Kyi sebagai bintang internasional pembela hak asasi manusia memudar saat dia tak bersuara mengenai kejahatan terhadap warga Rohingya atau mengecam penumpasan yang dilakukan oleh pasukan keamanan negaranya.


Baca juga: (Suu Kyi tak hadiri pertemuan menlu Asean di Washington - (d))


Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan ratusan kelompok tak bernegara tewas dalam penumpasan berbulan-bulan yang dilakukan oleh militer menyusul serangan mematikan terhadap pos polisi perbatasan Myanmar.

Selain itu hampir 75.000 warga Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh. 

Namun Suu Kyi membantah bahwa dia atau otoritas Myanmar sengaja mengabaikan kejahatan itu.

"Saya tidak cukup yakin dengan apa yang Anda maksud dengan mengatakan bahwa kami tidak cukup prihatin pada semua tuduhan tentang kejahatan yang berlangsung di Rakhine," katanya.

"Kami sedang menyelidikinya dan mengambil tindakan," katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP

Mogherini menyeru Myanmar mendukung penyelidikan PBB.

"Pembentukan misi pencari fakta adalah satu dari sangat sedikit isu pertentangan antara kami," katanya di samping Suu Kyi.

"Ini bisa berkontribusi pada pembangunan fakta-fakta masa lalu, menyediakan apa yang sepenuhnya kami sepakati mengenai kebutuhan untuk bekerja bersama untuk maju," katanya.

Para penyelidik PBB menyatakan penumpasan itu kemungkinan mengarah pada kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis.

Namun Suu Kyi awal bulan mengatakan kepada BBC : "Saya tidak berpikir bahwa sedang terjadi pembersihan etnis."



Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017