Jakarta (ANTARA News) - Seekor komodo di pintu masuk Loh Buaya, Pulau Rinca, Provinsi Nusa Tenggara Timur, tiba-tiba menegakkan leher dan kepalanya.

Ia kemudian berjalan dengan pelan-pelan, sekali-kali menjulurkan lidahnya, menuju sebuah parit untuk minum.

Usai minum, komodo itu kemudian menegakkan lehernya. Kesempatan itu dimanfaatkan para turis asing untuk mengabadikannya. Mereka berfoto dekat dengan komodo yang sedang menegakkan leher dan kepalanya.

"Komodo memang berjalan sangat lambat, dan makannya bisa sekali dalam satu atau dua bulan. Hewan purba ini lebih banyak tidur," kata Anton, seorang pemandu wisata.

Istilah keren untuk para pemandu wisata komodo di Pulau Rinca, adalah "Ranger". Rinca adalah salah satu pulau di Flores bagian barat, Nusa Tenggara Timur, di mana bisa ditemui satwa jenis reptil yang hidup di zaman Dinosaurus itu.

Komodo memang berjalan lambat, namun pariwisata komodo belakangan ini bergerak sangat pesat.

Kunjungan turis ke Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, sebagai pintu masuk destinasi wisata komodo dan Pulau Padar, mengalami pertumbuhan cepat.


Baca juga: (Wisatawan Singapura digigit komodo)


Sejak Taman Nasional Komodo (TNK) terpilih sebagai salah satu dari New Seven Wonders of Nature tahun 2011, kunjungan turis asing dan domestik meningkat pesat.

"Terutama kunjungan turis asing," kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat Theodorus Suardi.

Data statistik terkait dengan pertumbuhan hal itu, pada 2012 kedatangan turis asing hanya 26.631 orang, pada 2013 naik 33 persen menjadi 35.473 orang, pada 2014 naik 23 persen menjadi 43.681 orang, pada 2015 naik empat persen menjadi 45.372 orang, dan pada 2016 naik 20 persen menjadi 54.335 orang.

"Para turis asing datang ke Labuan Bajo rata-rata minimal tinggal selama 5,4 hari," kata Theodorus Suardi

Labuan Bajo yang menjadi pintu masuk wisata komodo, kini sudah seperti "labuan bule" karena banyaknya turis asing berseliweran di kota pelabuhan tersebut.

"Memang jauh lebih banyak kunjungan turis asing ke wisata komodo, kemudian mereka melakukan menyelam (diving) melihat ikan Manta dan penyu raksasa, dibandingkan turis domestik," tambah Kadinas Theodorus.

Ia memaparkan data pada 2012 turis domestik (nusantara) yang datang hanya 4.284 orang atau 16 persen dibandingkan dengan turis asing 26.631 orang. Pada 2013, kunjungan turis domestik 7.825 orang atau 22 persen dibandingkan dengan turis asing 35.475 orang.

Pada 2014, kunjungan turis domestik sebesar 11.469 orang atau 26 persen dibandingkan dengan kunjungan turis asing 43.681 orang. Pada 2015, kunjungan turis nusantara mencapai 15.574 orang atau 34 persen dibandingkan dengan kedatangan turis mancanegara 45.372 orang.

Pada 2016, kunjungan turis nusantara mencapai 29.377 orang atau 54 persen dibandingkan dengan kunjungan turis mancanegara yang mencapai 54.335 orang.

Berdasarkan data statistik pada 2016, negara asal turis asing yang datang ke Labuan Bajo dan wisata komodo, peringkat pertama adalah Amerika sebanyak 7.421 orang, disusul Australia 6.933 orang, Inggris 4.922 orang, Prancis 4.641 orang, Spanyol 4.631 orang, Jerman 4.376 orang, Belanda 3.836 orang, Kanada 1.641 orang, kemudian Italia 1.379, dan Swiss 655 orang.

Komodo adalah hewan yang sudah ada sejak 40 juta tahun lalu, bertahan pada 33 perubahan iklim, dan merupakan reptil tertua di Indonesia.

Satwa itu memang menjadi magnet atau daya tarik bagi turis. Kini jumlahnya hanya ada 4.000 ekor dan tersebar di Pulau Komodo, Rinca, dan Padar.

Manta Menari
Akan tetapi, tingginya kedatangan turis ke Labuan Bajo bukan hanya karena daya tarik komodo.

Kepariwisataan setempat juga mengandalkan keindahan Pulau Padar dan keindahan alam bawah laut, keanekaragaman ikan, seperti ikan Manta raksasa dan penyu besar, wisata kuliner Kampung Ujung yang terkenal dengan ikan bakar segar, dan keindangan matahari terbenam di Labuan Bajo.

"Itu menjadi tambahan daya tarik wisata komodo," kata Valentino, salah seorang pengorganisasi tur di Labuan Bajo.

Jika menelurusi Jalan Soekarno-Hatta yang mengitari kota pelabuhan Labuan Bajo, berdiri deretan "dive center" atau operator penyelaman asing yang menguasai dan mendominasi wisata bahari dan komodo.

"Banyak turis asing yang datang ke sini, untuk melihat keindahan bawah laut yang masih alami, melihat ikan Manta berdansa, dan penyu besar. Tapi arus bawah laut di sini kadang-kadang kuat, beda dengan arus bawah laut tempat menyelam lainnya," kata Kathrin, pengelola Lagona Divers yang sudah beroperasi sejak 2009.

"Pertumbuhan dive center asing memang sangat pesat di Labuan Bajo. Dulu saat pertama kali datang dan membuka dive center tahun 2009, hanya ada lima dive center, semuanya dikelola oleh warga negara asing. Kini, ada sekitar 45-50 dive center dan memang mayoritas dikelola oleh warga negara asing," tambah Kathrin yang warga Jerman itu.

Namun, Kathrin, Kadinas Theodorus, dan Valentino mengakui karena peran operator selam asing maka kunjungan turis asing ke Labuan Bajo untuk wisata komodo meningkat pesat.

"Mungkin karena dive center asing mampu menjual, mampu promosi, mereka memiliki pasar di Eropa dan Amerika serta Australia, serta dipercaya oleh turis asing sehingga mereka membanjiri Labuan Bajo," kata Theodorus, Kadinas Pariwisata Manggarai Barat.

Namun, kehadiran "dive center" juga mengancam tur operator lokal.

"Jika dive center asing hanya melayani trip penyelaman itu sudah benar, tapi hampir semua dive center asing juga melayani trip wisata ke Pulau Padar dan Komodo, yang merupakan lahan bisnis tur operator lokal," ungkap Valentino.

Dengan investasi besar, katanya, "dive center" asing menawari turis dengan paket "live on board" atau hidup di atas kapal selama beberapa hari dengan kegiatan penyelaman di sekitar Kepulauan Komodo dan Pulau Rinca.

"Kemudian melihat keindahan Pulau Padar dan melihat reptil komodo," ungkap Valentino.

Kehadiran "dive center" asing memang mendatangkan banyak turis asing, mendatangkan rejeki bagi bisnis pendukung pariwisata komodo, seperti operator tur, wisata kuliner, hotel dan penginapan, serta pemandu penyelaman.

Akan tetapi, jangan mereka mengambil bisnis yang dilakoni oleh operator lokal.

"Jika tidak diatur maka pertumbuhan pariwisata komodo kurang banyak memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal," kata Valentino. 

Oleh Adi Lazuardi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017