Jakarta (ANTARA News) – Panglima Armada Pasifik Amerika Serikat, Admiral Scott H Swift, berkunjung ke Jakarta, beberapa hari lalu.


Di Jakarta, dia bertemu dengan Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, sejumlah pimpinan Lembaga Ketahanan Nasional, dan Wakil Kepala Staf TNI AL, Laksamana Madya TNI Taufiqoerrohman.

Sejumlah hal dia bicarakan dengan para petinggi militer Indonesia itu, yang masih dilanjutkan dengan makan malam kehormatan. Termasuk juga dengan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Joseph Donovan.
Bagi Swift, ini adalah kunjungan kedua dia ke Indonesia setelah hadir pada Simposium Angkatan Laut Pasifik Barat, di Padang, pada April tahun lalu, oleh TNI AL. 

Saat itu dia sudah memangku jabatan sebagai panglima Armada Pasifik Amerika Serikat, yang wilayah tanggung jawabnya 52 persen muka Bumi, mulai dari titik pusat Benua Arktika di utara hingga Benua Antarktika di selatan Bumi.

Swift yang lama menghabiskan karirnya sebagai penerbang pesawat tempur Angkatan Laut Amerika Serikat dan turut dalam berbagai operasi penting Amerika Serikat, di antaranya Iraqi Freedom dan Enduring Freedom, membahas juga perkembangan di Semenanjung Korea dan perkembangan militer China serta konflik Suriah. 

Pencurian ikan di perairan Indonesia juga menjadi hal yang dia katakan.
Berikut isi perbincangan dengan Swift, di kompleks Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Rabu lalu (3/5).

Tanya (T): Bisa diperjelas apa saja kerja sama yang Anda perlukan dengan mitra Indonesia? Dalam kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat, Mike Pence, ke Indonesia beberapa waktu lalu, dikatakan bahwa Indonesia adalah mitra strategis. Bisa dijelaskan lebih lanjut dari perspektif Anda?

Jawab (J): Saya rasa ini bukan pertanyaan tentang apa yang diperlukan Armada Pasifik, melainkan direfleksikan pada fakta bahwa kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat, Mike Pence, ke kawasan ini. 

Dia berkunjung ke Jepang dan Korea Selatan, yang Anda paham menjadi perhatian sangat serius bagi Jepang dan Korea Selatan terkait peningkatan aktivitas militer Korea Utara. Dia juga berkunjung ke Australia sebagai mitra penting kami, dan juga ke Indonesia. 

Beberapa teman saya menyatakan, Indonesia menjadi mitra strategis Amerika Serikat karena Presiden Barack Obama memiliki ikatan khusus dengan Indonesia. 

Saya katakan, benar, bahwa Presiden Obama pernah tinggal di sini, di Jakarta.
Tapi, hubungan kedua negara ini jauh lebih luas ketimbang itu saja, sebagaimana direfleksikan oleh kunjungan wakil presiden kami.

Pertanyaannya bukanlah pada keperluan, melainkan bagaimana mitra-mitra ini bisa berinteraksi satu sama lain. 

Dalam perbincangan saya dengan Laksamana Madya TNI Taufiqoerrohman, saya katakan, apa yang bisa kami lakukan untuk Anda. Ini tentang apa yang bisa salin kita bagi bersama untuk mewujudkan kawasan ini lebih stabil. 

Militer Indonesia, dalam hal ini TNI AL, memiliki keahlian dan urusan dalam hal keamanan, sebagaimana yang saya kuasai juga. Dalam perspektif ini adalah keamanan maritime.

Namun, keamanan dalam pengertian keamanan belaka, hanya memiliki nilai yang kecil. Nilai penting dan sesungguhnya dari keamanan itu ada pada produk ikutannya, yaitu stabilitas yang melahirkan produk ikutan berikut, yaitu kemakmuran.

Pasca Perang Dunia II, saya memiliki gambaran tentang Shanghai, Singapura, Korea, dan Jepang, pada 1950-an. Keadaan berubah sangat mengejutkan pada 1980-an saat kemakmuran terjadi di kawasan dan negara-negara itu. Selama 75 tahun, stabilitas terjadi di kawasan itu karena kami mengedepankan keamanan sebagai pijakan bersama.
Inilah saat kita membahas dan berbicara tentang standar norma, aturan, dan hukum. Saat mereka membahas aturan berlandas aturan internasional.
Keamanan membawa stabilitas dan stabilitas membawa kemakmuran. Inilah sebabnya mengapa hubungan baik dengan Indonesia penting bagi Amerika Serikat.


T: Kita paham bahwa situasi di Korea Utara memanas. Satu hal yang turut menyumbang adalah kehadiran sistem peluru kendali anti peluru kendali THAAD yang tidak diinginkan China ditempatkan di Korea Selatan. Pada sisi lain, hanya sedikit negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan kedua Korea sebagaimana Indonesia. Apa yang Anda harapkan dari Indonesia demi menciptakan stabilitas di kawasan itu?

J: Saya pikir saya perlu mengacu pada duta besar kami tentang kepentingan kami akan apa yang bisa dilakukan Indonesia dalam kondisi tidak stabil di Korea Utara.

Namun, saat saya memikirkan tentang hal yang patut dilakukan negara berdaulat untuk membangun sistem pertahanannya, begitulah saya melihat masalah ini.

Saya paham bahwa China berkepentingan tentang ini dan China menyatakan sikapnya soal Korea ini.
 
Namun yang paling penting adalah bahwa ini (THAAD/Terminal High Altitude Area Defence) adalah sistem pertahanan bukannya sistem untuk menyerang. Dan Korea Utara sedang membangun dan menunjukkan ancaman langsung dan meningkatkan ancaman itu. Mereka terus membangun dan membuat baik peluru kendali ataupun senjata nuklir.

Pertanyaan yang banyak disuarakan di kawasan ini, adalah: apa alternative?
Jadi jika China tidak mau Korea Selatan memiliki sistem THAAD, apa alternatifnya? Apa jaminan keamanan yang bisa kami sodorkan kepada Korea Selatan? Inilah pesan pemerintah kami, yang dinyatakan kepada semua negara di kawasan ini dan dunia, termasuk Indonesia.

Tentang apa yang bisa Indonesia bisa lakukan tentang ini adalah, membantu Korea Utara memahami bahwa cara yang mereka tempuh itu sangat membuat kawasan tidak stabil. Yang merasakan langsung ancaman itu adalah Korea Selatan dan Jepang. Belum lagi jika kita lihat dari sisi ekonomi jika Jepang dan Korea Selatan diserang. Implikasinya akan dirasakan di kawasan dan lintas batas kawasan ini, termasuk di Indonesia.

Jadi, saya pikir, yang Amerika Serikat kini dorong di kawasan adalah mempertimbangkan bentuk hubungan dengan Korea Utara dan meyakinkan Korea Utara bahwa langkah mereka bukanlah yang tepat untuk kawasan dan dunia.


T: Apakah ada perubahan pendekatan antara pemerintahan (Amerika Serikat) sebelumnya dengan yang sekarang? 

J: Kita bisa lihat di berita-berita di televisi dan menyaksikan ada perbedaan pendekatan antara pemerintahan yang dulu dengan yang sekarang.

Dalam perspektif militer, saya tidak melihat ada perbedaan apapun. Perintah kepada saya tetap, hubungan dengan negara-negara di kawasan tidak berubah. Kami melaksanakan 170 latihan bersama dengan militer Indonesia. Saya berharap jumlah latihan bersama ini bisa ditingkatkan dengan metode-metode yang semakin disempurnakan.

Akan tetapi, yang saya dengar dari teman-teman militer Indonesia saya juga saya rasakan. Yaitu meningkatkan kualitas latihan bersama ketimbang jumlahnya.  Saya misalkan latihan bersama antara kapal-kapal TNI AL dengan kapal induk kami, USS Carl Vinson/CVN-68. Jadi, saya tidak melihat ada perubahan dalam hal hubungan baik saya di kawasan di bawah pemerintahan kini.


T: Anda berdialog dengan Jenderal Gatot Nurmantyo soal Laut China Selatan?

J: Saya berbicara dengan siapa saja tentang gesekan dan kepedulian di Laut China Selatan berlatar saling menghargai, dan di sini, di Indonesia, fokus pada perairan Kepulauan Natuna, yang dianggap lebih penting.

Tentang Laut China Selatan, saya pikir karena kekurangterbukaan tentang apa sebetulnya yang dituju China, dan orang terganggu dengan respons yang diberikan setelah putusan Mahkamah Internasional diberikan kepada Filipina.

Orang membahas apa secara persis Sembilan Garis Putus-putus yang diajukan China. Dalam kaitan ini juga ada ketegangan dengan kapal nelayan China di luar Sembilan Garis Putus-putus itu. Banyak orang bertanya pada saya di mana lagi di Bumi ini yang menjadi wilayah yang dinyatakan China sebagai perairan perikanan tradisional mereka.

Jadi saya katakan, kembali saja kepada standar norma internasional yang berlandas aturan dan hukum yang diakui, untuk mengatasi perbedaan-perbedaan secara damai demi menjamin stabilitas dan berujung pada kemakmuran. Bagaimana kemudian kita bisa berinteraksi di perairan.

Sangat menarik buat saya memerhatikan apa yang dilakukan antara Indonesia dan Malaysia. Mereka membagi wilayah perikanan bersama. Ini contoh tentang bagaimana kedua pemerintahan bisa mengatasi masalah secara baik dan bertanggung jawab.


T: China baru saja meluncurkan kapal induk kedua mereka. Apa pendapat Anda tentang ini?

J : Penting bagi kita untuk mencatat ada banyak kesamaan ketimbang kompetisi semata dan kompetisi tidak selalu berarti jelek. Yang penting adalah aturan yang mengatur kompetisi itu. Jika Anda bermakin kriket namun membawa bola sepak dan menginginkan permainan sepakbola, maka akan timbul konflik. Semata-mata karena aturannya berbeda.

Pada masalah ini, aturan selalu konsisten dari waktu ke waktu dan orang bertanya kenapa aturan itu berubah.

China memiliki ekonomi yang mengglobal dan dengan demikian, kepentingan mereka juga mengglobal, dan saya pikir ini juga alasan mengapa mereka menginginkan angkatan laut yang mengglobal.

Keperluan untuk ini adalah kehadiran kapal induk, dan mereka telah memiliki kapal induk dan saya tidak heran mereka akan membangun kapal induk ketiga nanti. Pertanyaannya adalah bagaimana nanti mereka menggunakan kapal induk itu?

Jadi, hal penting kemudian adalah bagaimana kita mengatasi perbedaan kita melalui dialog ketimbang mengedepankan kekuatan fisik.


T: Apakah Anda melihat perlombaan senjata di kawasan ini?

J: Saya melihat Angkatan Laut China bertumbuh dalam konteks kepentingan ekonomi mereka yang juga mengglobal. Menarik bagi saya melihat ada peningkatan pembelian kapal selam di kawasan ini, yang menurut negara-negara itu merupakan hal penting. Namun juga, bagaimana Anda menggunakan kekuatan militer itu? Saya kembali pada Indonesia sebagai contoh. Indonesia satu dari sedikit negara di dunia yang aktif menyumbangkan kekuatannya untuk misi perdamaian dunia. 

Inilah penggunaan militer yang bertanggung jawab.  Untuk apa? Untuk meningkatkan stabilitas kawasan yang sedang tidak stabil di dunia. Saya pikir ini model yang baik dikembangkan. Penanggulangan bencana alam melalui kekuatan militer adalah salah satu hal yang bisa dilakukan.

Militer memiliki garis komando dan kendali yang baik, mekanisme logistic, dan banyak hal lagi yang diperlukan warga untuk kebaikan mereka.


T: Bagaimana Anda melihat potensi ancaman di kawasan ini?

J: Untuk Indonesia, tentu tergantung pada pemerintah Indonesia bagaimana menentukan ancaman-ancaman yang dihadapi. Kami berbicara dengan mereka dan membahas yang terjadi di lingkungan maritim. Yang jelas terlihat adalah pencurian ikan. Di Pasisik Selatan, pencurian ikan tuna saja bernilai 3 miliar dolar Amerika Serikat setahun. Ini ancaman langsung bagi Indonesia.

Dari perspektif lingkungan ancaman itu juga menyangkut sediaan sumber daya alam yang terganggu, selain potensi gangguan pada nelayan yang seharusnya mendapat manfaat. Mereka kemudian mempertanyakan kemampuan pemerintahnya menjaga hal ini.

Masih ada lagi tentang terorisme dan penyelundupan manusia yang ada dan memanfaatkan perairan. Saya berpikir Suriah, bahwa terjadi pengungsian dari negara itu akan memanfaatkan jalur laut. Ini jelas ancaman untuk banyak negara, termasuk Indonesia.

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017