Laman salah satu media terkemuka Amerika Serikat, New York Times, memasukkan berita vonis kepada Ahok itu sebagai salah satu dari lima berita terhangatnya, selain pemecatan Direktur FBI dan Pemilu Korea Selatan.
"Peradilan terhadap Tuan Basuki, biasa dipanggil Ahok, dipandang sebagai barometer untuk toleransi keagamaan di Indonesia, negara berpenduduk mayoritas muslim," tulis New York Times.
Sedangkan kantor berita AFP menurunkan peristiwa yang terjadi di Balai Kota DKI satu hari setelah vonis Ahok. AFP menganggap vonis dalam kasus ini telah merusak citra Indonesia sebagai benteng toleransi Islam di dunia.
"Massa mengenakan pakaian putih dan merah --warna bendera kebangsaan Indonesia-- berkumpul di luar gedung era kolonial itu untuk menyerukan pembebasan Basuki Tjahaja Purnama," tulis AFP, hari ini.
Lain lagi dengan Harian Hurriyet, Turki, yang menyoroti vonis itu sebagai putusan yang mengejutkan "yang menimbulkan kekhawatiran kepada meningkatnya intoleransi keagamaan di negara dengan penduduk muslim paling banyak di dunia itu."
Menurut Hurriyet, ketika di luar gedung pengadilan massa anti-Ahok menyambut gembira vonis itu, Ahok justru dengan tenang mendengarkan vonis dan menyatakan akan banding. Salah satu media terbesar di Turki itu juga memberitakan ledakan tangisan dari para pendukung Ahok.
Di Inggris, harian terkemuka The Guardian, menurunkan tulisan opini dari Andreas Harsono, peneliti senior Human Rights Watch di bawah judul "Indonesia's courts have opened the door to fear and religious extremism" (Pengadilan Indonesia telah membuka pintu ketakutan dan ekstremisme keagamaan).
Andreas, dalam The Guardian, berkata, "Jika seseorang yang berkuasa dan pernah populer seperti Ahok saja bisa dipenjara karena penistaan agama, siapa giliran berikutnya?"
Guardian juga menurunkan editorial di bawah judul "The Guardian view on blasphemy in Indonesia: exploiting religion for political purposes" atau "Opini The Guardian terhadap penistaan di Indonesia: eksploitasi agama untuk tujuan politik."
Pada salah satu kalimat dalam editorialnya itu, The Guardian mengaitkan apa yang terjadi di Indonesia saat ini dengan merebaknya populisme dalam politik di Eropa di mana kaum ekstrem kanan yang gemar mengampanyekan kampanye kebencian tengah naik daun namun kalah telak di Belanda, Austria, dan Prancis.
The Guardian menulis, "Bahaya populisme saat ini telah menyebar luas ke seluruh dunia. Para politisi Indonesia mesti awas." Menurut The Guardian, jika para politisi Indonesia mengabaikan gejala populisme dalam politik maka tunggulah kehancuran sendiri.
Arus utama akan menghadapi risiko jauh lebih besar jika tidak bisa menghentikan populisme, tulis The Guardian.
Sedangkan laman stasiun penyiaran utama Timur Tengah yang berbasis di Qatar, Aljazeera, segera menayangkan talkshow yang dipandu presenter Richelle Carey dengan seorang analis politik Indonesia bernama Greg Fealy dari Universitas Nasional Australia (ANU) dan peneliti pada Asia Research Centre, Ian Wilson, di bawah tagline "What does Ahok's blasphemy conviction mean?" atau "Apa arti vonis penistaan agama (oleh) Ahok?"
Greg Carey menilai vonis itu lebih didorong oleh tekanan massa dan unsur politik, dari pada karena pertimbangan hukum. Dia juga menilai vonis terhadap Ahok akan membuat kelompok-kelompok minoritas di Indonesia menjadi merasa lebih tertekan dan terancam.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017