Jakarta (ANTARA News) - M. Ahmes Avisiena, webtoonist "Terlalu Tampan" mengawali keberaniannya menjajal dunia komik digital lewat konsep yang menurutnya absurd, bagaimana bila orang Indonesia terlalu tampan dan reaksi mereka saat bertemu orang tampan.

Konsep yang muncul di tengah kegamangannya itu tak dia sangka mendapat perhatian sebagian pembaca tanah air bahkan hingga Thailand.

Namun, seiring kepopuleran "Terlalu Tampan", kritik pun muncul. Salah satunya menyoal ide cerita yang mirip komik buatan negeri Ginseng, "Family Over Flower".  Menyoal ini Avis pun angkat bicara. 

"Awalnya masuk webtoon challenge. Sudah masuk episode ketiga baru baca komen yang menyangkut webtoon 'Family Over Flower'. Sebenarnya saya enggak tahu ada webtoon itu," ujar dia kepada ANTARA News belum lama ini.

"Tetapi karena ada komen seperti itu akhirnya mencoba mencari, ternyata ada hal yang dasarnya itu sama. Tetapi terima kasih kepada pembaca, akhirnya saya mencoba mencari yang lain," imbuh Avis.

Seakan ingin menambah rasa Indonesia dalam karyanya, Avis menggunakan nama-nama Indonesia untuk karakter-karakter dalam komiknya itu.

"Di sana itu saya memasukkan unsur Indonesia dari nama-nama tersebut, makanya nama-namanya dari Indonesia," kata dia.

Tak cuma itu, sebagian pembaca juga berkomentar ada muatan homoseks dalam komik Avis. Secara tegas dia menampik komentar miring itu.

"Kok bisa Archewe (salah satu karakter dalam komik) suka sama perempuan yang ganteng. Lalu Bu Suk mengapa ganteng, pembaca komentar "Itu kok kayak homo". Padahal kan salah, harusnya memandang seseorang dari hatinya," jelas dia.

Dari bengong

Ketika ditanya bagaimana awal mula idenya itu muncul, Avis memberi jawaban sederhana, semuanya berawal dari bengong.





"Inspirasi, saya bengong. Saya buka-buka Instagram, nemu gambar kok ganteng. Di Instagram seperti ada akun fashion. Karena saya suka browsing akun seperti itu, saya cari, terus melihat satu sosok yang cakep. Hidupnya pasti enak. Saya mencoba melihat tampan dari sudut pandang lain," kata dia.

Menyadari kemampuan menggambarnya yang "suram", sementara ide-ide berlarian dalam otaknya, Avis memutuskan mencari ilustrator. Sebanyak 10 orang ia coba hubungi, namun baru pada sosok ke-11 lah, Savenia Melinda Sutrisno, barulah Avis menemukan kecocokan.

"Saat SMA ada teman saya sewaktu SD menawarkan ikut event Line, ayo dapat uang loh. Saya coba-coba ikutan. Enggak menang. Saya enggak kaget, karena saya kan pemula, wajar. Enggak lama, saya dihubungi pihak Line. Kok bisa jadi resmi. Saya bilang lagi ke teman saya yang dulu, tetapi dia enggak bisa karena ada tugas lain," kata dia.

"Karena hal itu, saya mencoba mencari ilustrator yang lain. Saya mencari sekitar 11 orang saya chat. Akhirnya mbak Savenia mau," ujar mahasiswa jurusan teknik itu.

Ketika dihubungi Avis, Savenia mengaku sempat ragu. Namun, kecintaanya pada dunia komik dan pertimbangan tawaran Avis, dia pun setuju bergabung.

"Dia menghubungi saya lewat DM Instagram. Awalnya saya kira ini bohong, tapi saya menggunakan kekuatan intel wanita, oh ternyata dia pengarang beneran. Aku sempat mempertimbangkan juga, ambil enggak ya. Setelah berdiskusi bersama keluarga, akhirnya saya memutuskan untuk join," kata mahasiswi jurusan desain komunikasi visual itu.

Tak mudah bagi Savenia menemukan style karakter sesuai permintaan Avis. Dia mengaku membutuhkan waktu cukup lama untuk bisa menyelami kebutuhan sang konseptor itu.

"Saya sempat menebak-nebak, warna candaannya bagaimana. Sempat bingung berepisode-episode. Sampai akhirnya menangkap maunya dia seperti ini. Saya bisa hasilkan gambar yang dia maksud," papar Savenia.

Beragam komik keluaran Jepang dan Korea menjadi bagian referensi Savenia dalam berkarya, terutama dari sisi ekspresi karakter.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017