Denpasar (ANTARA News) - Keunikan karya abstrak dua pelukis berbeda latar belakang, I Wayan Sumantra dan Ventje S yang menyuguhkan variasi pemandangan alam Bali dan macam-macam binatang, digemari peminat dan kolektor dari berbagai negara. "Mereka berdua tampaknya menyusul sebagai generasi baru pelukis Indonesia yang go internasional setelah Ida Bagus Made, Lempad, Wianta, Gunarsa, Wayan Sika dan Nyoman Erawan," kata Sang Ayu Putu Suarti, kolektor dan pemilik Theo Gallery yang menggelar pameran karya Sumantra dan Ventje di Sector Bar & Restaurant di Sanur, Kamis petang. Baik karya Sumantra maupun Ventje, mulai mewarnai deretan koleksi para peminat dan kolektor dari negara-negara Eropa, seperti Jerman, Perancis, Italia dan Brussel, kemudian dari Amerika Serikat dan negara-negara Asia. "Saya sendiri yang memamerkan ke negara-negara tersebut, termasuk di sejumlah negara Asia, dan setiap pameran paling tidak satu-dua karya `Bali dalam kanvas` itu dibeli peminat dan kolektor," katanya didampingi Direktur Bali Madek, Ratnawati, selaku penyelenggara pameran yang berlangsung sebulan itu. "Bu Ayu" panggilan Sang Ayu Putu Suarti, yang mengoleksi karya kedua pelukis sejak tujuh tahun lalu, kini memiliki sedikitnya 40 lukisan. Yang dipamerkan terdiri 13 karya Sumantra dan empat karya Venjte. Yang menjadi maskot dalam pameran itu adalah karya Sumantra berjudul "Bangun Pagi", berukuran 110 x 90 sentimeter, dengan label seharga Rp30 juta. Kemudian yang dipajang sebagai karya favorit "Pantai Suluban Uluwatu", berukuran 1,5 x 2 meter, seharga Rp55 juta, dan termahal "Kehidupan" berukuran 170 x 140 cm, ditawarkan Rp60 juta, keduanya karya Sumantra. Karya Ventje yakni "Adu Jago", dengan label Rp16 juta, "Baik dan Buruk" seharga Rp15 juta, "Perahu Nelayan Sanur Menepi" Rp20 juta dan "Pasar Tradisional" seharga Rp17 juta. I Wayan Sumantra yang berusia 46 tahun, sejak lahir hingga kini menetap di Pulau Dewata, sementara Venjte S yang lahir di Manado 58 tahun lalu, sempat lama tinggal di Bali kemudian menetap di Jakarta. Tan Lioe Ie, seniman penyair di Bali, yang hadir pada kesempatan itu menilai, karya Sumantra ditandai goresan cat tajam dengan rona mendalam, namun terlihat teduh. "Ini keunikan yang berbeda dengan karya pelukis lain," ucapnya seraya menunjuk lukisan kucing namun terlihat abstrak yang diberi judul "Lembut". Sementara karya Ventje cenderung "melawan arus", yakni dengan goresan tipis, bahkan terlihat pudar, yang selama ini dikenal sebagai aliran yang kurang populer. "Dia memilih aliran yang kurang populer. Tapi mungkin saja suatu saat nanti justru akan banyak digemari," katanya. Koordinator Aktivis Bali International Women`s Association, Yus Martini, yang juga peminat karya lukis, melihat karya Sumantra berjudul "Kehidupan" dengan label termahal, menganggapnya sebagai "air terjun kehidupan". "Menurut pelukisanya itu aliran madu lebah sebagai penunjang kehidupan, tetapi saya menikmatinya sebagai air terjun kehidupan," ucapnya. Pembukaan pameran itu dihadiri Assisten III Sekretaris Kota Denpasar, I Dewa Nyoman Semadi, mewakili Walikota AA Puspayoga, Ketut Suteja mewakili pengusaha penggemar karya lukis, tokoh teater di Bali, Abubakar, Rafael dari Konsul Kehormatan Perancis di Bali, kalangan perhotelan dan peminat serta kolektor lukisan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007