Di rumah yang terletak di Kelurahan Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, sejumlah karyawan terlihat dengan cekatan membentuk miniatur hewan yang diinginkan, baik jenis dan ukurannya, dengan menggunakan bahan kayu lame atau pule.

Setelah terbentuk, miniatur hewan tersebut nantinya diraut dan diampelas sampai halus. Kemudian dijemur atau dioven agar kadar air dan getahnya hilang supaya kayu tidak mudah rusak.

Kemudian bentuk tersebut diberi obat kayu khusus untuk melindungi produk dari rayap dan kutu sebelum diberi garisan bulu sesuai dengan aslinya.

Sementara itu, sejumlah karyawan lain di ruang yang berbeda tampak asyik mengukir miniatur hewan seperti harimau, bebek, kura-kura, burung hantu, dan kuda berbagai ukuran yang telah dikeringkan, dengan menggunakan solder.



Ini uniknya. Karena diukir dengan menggunakan solder, hasilnya miniatur hewan-hewan itu seperti berbulu.

Bulu-bulu yang terbentuk itu dihasilkan melalui adanya daya hantar panas sehingga mengalami perubahan dan warna yang dihasilkan secara alami. Tidak ada proses pewarnaan pada ukiran tersebut.

Dari tangan-tangan kreatif inilah, miniatur hewan ukiran kayu menggunakan solder bisa menghiasi sejumlah gerai di Bandara Soekarno Hatta dan kios di Taman Wisata Alam Tangkuban Perahu dengan omzet puluhan juta rupiah per bulan.



Mantan pengasong

Usaha kreatif tersebut dipimpin oleh Iwan Herawan. Ia yang mantan pengasong itu merupakan pemilik dan pemimpin usaha dengan bendera PT Karya Cipta. Perusahaan itu merupakan salah satu mitra binaan PT Bank Negara Indonesia (BNI) Persero Tbk.

Iwan Herawan ini juga dikenal sebagai "Iwan bebek" karena ketika ia usaha yang dimulainya pada 2010 adalah membuat kerajinan kayu berbentuk bebek dengan menggunakan kayu lame atau pule yang hanya ada di Subang.

Kayu tersebut biasanya digunakan juga untuk membuat kerajinan wayang golek. Kayu itu mempunyai daya tahan yang cukup lama.

":Karena menjadi bahan baku kerajinan yang laku di pasaran, nilai kayu Pule meningkat. Tadinya gak ada nilainya, sekarang dijual seharga Rp500.000 per kubik. Usaha kerajinan ini berdampak positif pada petani kayu," katanya.

Dari awal usaha dengan modal awal sebesar Rp150.000, semuanya seperti berubah setelah Iwan bertemu dengan Bank BNI saat ia ikut pameran di Gedung Sate karena menjadi juara Produsen Produk Kreatif Se-Jabar dan Bandung Barat.

Usahanya ditawari untuk menjadi mitra binaan Bank BNI. Ia sepakat dan mengajukan kredit sebesar Rp100 juta dalam bentuk kredit usaha rakyat (KUR) pada 2013.

Pinjaman Rp100 juta itu dijadikannya sebagai modal cadangan dan investasi membeli alat untuk membuat kerajinan seperti golok, gergaji, pisau raut, pahat, ampelas dan solder. Saat ini sudah memasuki periode pinjaman periode kedua.

Melalui kerja sama dengan Bank BNI ini, kata Iwan, ia mendapatkan promosi gratis melalui pameran di Jakarta. Padahal untuk ikut pameran itu dibutuhkan biaya yang mahal. Dari pameran seperti itu ia mengalami kenaikan omzet dua kali lipat.

Saat ini usahanya secara rutin memenuhi pesanan "reseller" di Bandara Soekarno Hatta yang nilainya mencapai Rp30 juta per bulan. Juga di floating market sebesar Rp30 juta per bulan.

Itu belum termasuk eceran di gerainya di Tangkuban Perahu yang rata-rata omzetnya Rp24 juta per bulan.

"Saat ikut Inacraft beberapa waktu lalu yang dibantu Bank BNI, dipesan pengembang Taman Angrek rutin per bulan omzetnya senilai Rp38 juta," kata Iwan.

Harga produk hewan ukiran kayunya antara Rp15.000 hingga Rp12 juta, tergantung ukuran.

Ia juga menjelaskan bahwa setelah dibantu Bank BNI ia sempat mengekspor produknya ke Iran. Namun kegiatan itu berhenti karena importir mengalami kerugian kurs mata uang. Nilai mata uang rupiah terhadap dolar lebih kuat dibanding mata uang Iran terhadap dolar AS.

Meski produk belum diekspor, namun banyak juga pembeli yang datang dari luar negeri seperti dari Korea Selatan, Jepang dan Yunani dan Singapura.

Namun pembelian itu tidak rutin karena mereka membeli sehubungan butuh barang pelengkap atau filter peti kemas mereka, yang akan dibawa kembali ke negara masing-masing.

Bagi Iwan yang hanya lulus SMA, dalam berusaha itu yang penting terus berlanjut, jangan berhenti.

"Manusia itu punya potensi, tapi kalau belum waktunya mungkin belum meningkat, yang penting terus berusaha," kata Iwan yang salah satu anaknya saat ini tengah menyusun tesis dan yang lainnya mau masuk kuliah.

Ia yang lahir pada 1969 itu juga menceritakan pernah mengalami kisah duka. Gerai di Tangkuban Perahu pernah terbakar. Untuk bangkit dan memulai usaha lagi ia menjual cincin istri senilai Rp300.000.

Iwan menyatakan bersyukur karena usahanya kini mampu mempekerjakan 21 orang. Jika masing-masing karyawan itu memiliki anggota keluarga empat orang, berarti usahanya sudah mampu menghidupi 84 orang.

Belum lagi para petani pohon yang menjadi bahan baku produknya. Mereka juga mendapatkan penghasilan dari bisnis miniatur hewan kayu tersebut.

Karena itu, jika ada sisa produksi yang tidak laku terjual, Iwan memberikannya secara gratis kepada tetangganya.

"Saya senang jika di rumah-rumah tetangga terpajang produk kami," katanya ketika ditanya kenapa tidak diobral saja produk sisa hasil kerajinan tangan tersebut.

Oleh Ahmad Buchori
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017