New York (ANTARA News) - Perubahan iklim tak bisa dipungkiri lagi sehingga "sangat penting" bagi dunia untuk melawan masalah ini bersama-sama, kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Selasa.

Ia menyampaikan pendapat tersebut saat Presiden Amerika Serikat Donald Trump mempertimbangkan untuk mundur dari kesepakatan iklim Paris.

Trump menolak menyetujui kesepakatan perubahan iklim pada pertemuan puncak kelompok negara-negara kaya G7 pada Sabtu, dengan mengatakan bahwa ia membutuhkan lebih banyak waktu untuk memutuskan. Dia kemudian berkicau melalui akun Twitter akan membuat pengumuman pekan ini.

"Jika pemerintah meragukan keinginan dan kebutuhan global akan kesepakatan ini, maka itu menjadi alasan untuk pihak yang lain bersatu bahkan lebih kuat dan tetap bertahan," kata Guterres saat berbicara tentang perubahan iklim di Universitas New York.

"Pesannya sederhana: kereta keberlanjutan telah meninggalkan stasiun. Naik ke kereta atau tertinggal," katanya. "Bahaya nyata bukanlah ancaman bagi ekonomi seseorang jika ikut bertindak namun risiko ekonomi jika gagal bertindak."

Trump, yang sebelumnya menyebut pemanasan global sebagai tipuan, telah mendapat tekanan dari para pemimpin dunia lainnya untuk menghormati

Perjanjian Paris 2015, perjanjian pertama mengikat semua negara untuk menetapkan tujuan untuk membatasi emisi karbon.

Amerika Serikat adalah ekonomi terbesar di dunia dan penghasil gas rumah kaca terbesar kedua setelah China.

"Dunia berantakan," kata Guterres. "Ini benar-benar penting bagi dunia untuk menerapkan Perjanjian Paris."

"Perubahan iklim tidak dapat dipungkiri. Aksi iklim tidak terbendung. Dan solusi iklim memberikan peluang tak tertandingi, "katanya, seraya menggambarkan efeknya sebagai" berbahaya dan meningkat. "

Guterres mengatakan bahwa dia bermaksud untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi iklim pada tahun 2019 untuk meninjau pelaksanaan kesepakatan iklim global. Dia mengatakan saat ini 147 pihak yang mewakili lebih dari 82 persen emisi gas rumah kaca telah meratifikasi kesepakatan Paris.

Emiten besar yang dipimpin oleh China, Uni Eropa dan India telah menegaskan kembali komitmen mereka terhadap kesepakatan Paris, yang berusaha untuk membatasi emisi gas rumah kaca abad ini dengan beralih ke energi bersih. Sebaliknya, Trump ingin memilih batubara Amerika Serikat.

Sebuah panel ilmuwan iklim Perserikatan Bangsa Bangsa mengatakan paling tidak 95 persen kemungkinan emisi gas rumah kaca buatan manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil, merupakan penyebab utama perubahan iklim sejak tahun 1950.

Suhu rata-rata global mencapai rekor tertinggi selama tiga tahun terakhir, dan pemanasan diproyeksikan menyebabkan memburuknya kekeringan, kenaikan permukaan air laut, banjir, gelombang panas dan kepunahan satwa liar, demikian Reuters.

(G003/M007) 

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017