Kota Panama (ANTARA News) - Pihak berwenang Panama menangkap 64 orang dan menyita empat ton kokain pascapenyelidikan selama dua tahun terhadap sebuah jaringan perdagangan narkoba, kata pemerintah, Rabu (31/5).

Selama 22 bulan terakhir, polisi telah menyita total uang tunai senilai 2,5 juta dolar, 49 kendaraan dan satu ton ganja dari kelompok yang melibatkan warga Panama, Kolombia, Kuba, Guatemala, Meksiko dan Venezuela, menurut penyidik, seperti dilansir Reuters.

Jaksa perdagangan narkoba Eduardo de la Torre mengatakan kepada wartawan bahwa kelompok tersebut telah memindahkan narkoba dengan kapal dari Amerika Selatan dan mencatat bahwa nilai obat terlarang itu di jalanan Amerika Serikat sekitar 400 juta dolar.

Tiga puluh tiga orang lagi telah dikenai tuduhan dalam penyelidikan tersebut, termasuk pejabat polisi, kata pemerintah dalam sebuah pernyataan.

Presiden Panama Juan Carlos Varela telah mengeluhkan bahwa kesepakatan damai antara pemerintah Kolombia dan kaum Marxis kelompok pemberontak FARC telah menyebabkan lonjakan dalam perdagangan narkoba dan kekerasan di Panama

Panama memperketat kontrol imigrasi pekan ini pada pintu masuk dari Kolombia, Venezuela dan Nikaragua menyusul serangkaian protes yang telah menyalahkan masuknya migran sebagai pemicu aksi kekerasan.

Pemerintah Panama, pekan lalu, mengatakan akan memperketat kebijakan imigrasi ke Venezuela, Kolombia dan Nikaragua, termasuk mengurangi separuh jumlah waktu tinggal wisatawan dari negara tersebut di Panama.

Demonstrasi jalanan yang tersebar telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir di Panama melawan imigran yang dikritik para kritikus memicu pelanggaran hukum di negara ini, beberapa diarahkan kepada warga Venezuela.

"Langkah itu akan difokuskan untuk mengurangi izin tinggal bagi wisatawan dari 180 hari menjadi 90 hari dan memastikan bahwa mereka yang datang memiliki penghasilan saat mereka memasuki negara itu," kata Presiden Juan Carlos Varela kepada wartawan.

Dalam beberapa tahun terakhir Panama telah menerima ribuan orang Kolombia yang melarikan diri dari konflik di negara mereka, begitu juga banyak warga Venezuela yang berusaha melepaskan diri dari krisis ekonomi dan keresahan sosial.

Sebelumnya Menteri Pertahanan Brasil merasa khawatir soal peningkatan jumlah pengungsi yang meluber ke perbatasannya dari Venezuela dan sedang merancang rencana menghadapi kemungkinan gelombang pengungsi jika krisis di Venezuela memburuk.

"Jelas kami khawatir dan yang paling kami khawatirkan adalah kondisi kemanusiaan," kata Jungmann kepada para wartawan. "Kita harus memiliki rencana darurat yang siap untuk dijalankan jika keadaan semakin buruk."

Setiap hari, lebih dari 6.000 warga Venezuela menyeberangi perbatasan untuk membeli makanan dan obat-obatan. Sebagian besar dari mereka kembali ke negaranya tapi beberapa di antaranya tetap tinggal dan mencari pekerjaan, kata menteri.

Bulan lalu, masyarakat Brasil dikejutkan dengan penampakan para perempuan dan anak-anak dari Venezuela yang mengemis di jalanan Manaus, kota terbesar di wilayah Amazon, Brasil. (Uu.G003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017