Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus korupsi dalam pengadaan KTP elektronik, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman menceritakan pembagian uang Rp520 miliar dalam proyek tersebut.

Dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, Irman menjawab "betul" saat hakim Jhon Halasan Butarbutar menanyakan apakah benar sekitar tahun 2011 Sugiharto menemui dia di ruang kerjanya dan memperlihatkan secarik kertas berisi catatan yang katanya berasal dari Andi Narogong, pengusaha direktur PT Cahaya Wijaya Kusuma.

Catatan itu isinya rencana penyerahan dari Andi Narogong dengan sejumlah nama, "ketua Setya Novanato, Anas Urbaningrum, Marzuki Alie, Chareuman, Komisi II DPR".

"Betul yang mulia, bahkan setelah saya bertemu dengan Giarto (Sugiharto) setelah BAP (Berita Acara Pemeriksaan), lebih lengkapnya ada, ada catatan itu Rp520 miliar totalnya dengan rinciannya," tambah Irman.

Rinciannya, kartu Kuning untuk Golkar Rp150 miliar, kemudian biru itu Partai Demokrat Rp150 miliar, dan ketiga Merah Rp80 miliar.

"Kemudian ada MA, yaitu Marzuki Alie 20, kemudian berikutnya Anas Urbaningum itu 20 juga, kemudian ada juga CH, itu Chaeruman Harahap 20, kemudian ada LN atau partai lainnya itu jumlahnya 80. Itu secara lengkap baru saya dapatkan dari Pak Giarto," katanya.

"Ini rencana seperti ini tidak mungkin terjadi kalau tidak ada kesepakatan dengan Andi dan konsorsium yang akan menang. Realisasinya setelah menang pencairan termin 1, 2, 3, dan 4 berdasarkan laporan dari konsorsium melaui Pak Anang ke Pak Giarto," tambah Irman.

Irman juga mengaku masih ada uang untuk Serektaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) saat itu, Diah Anggraini.

"Pada pertengahan 2012, ada laporan dari Anang, salah satu dirut konsorsium kepada Giarto. Bagi kami, tidak masalah ada aliran uang, tapi tanpa saya duga sekitar Mei atau Juni, Pak Giarto menghadap ke saya mengatakan bahwa Andi mau datang ke ruangan saya untuk memberikan uang ke Bu Diah 300, untuk saya 300 dan untuk Giarto 100," ungkap Irman.

Uang 300 ribu dolar AS itu seluruhnya dititipkan kepada Sugiharto yang selanjutnya akan diberikan ke Irman dan Diah.

"Khusus saya, saya sudah setorkan kepada kas negara melalui KPK. Saya menyesal tidak langsung saya kembalikan, yang menggoda saya seiring dihadapkan kepada pengeluaran yang tidak ada sumbernya sehingga bukan untuk keluarga, untuk pengeluaran, salah satunya kalau ada permintaan yang tidak ada sumbernya," tambah Irman.

Selain itu, Irman juga menerima Rp50 juta.

"Jadi total menerima 300 ribu dolar AS dan Rp50 juta semuanya sudah dikembalikan semua Yang Mulia," ungkap Irman.

Dalam dakwaan disebutkan anggaran pengadaan KTP-e senilai Rp5,9 triliun dikawal oleh fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi Narogong memberikan bayaran kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri yang rincian pembagiannya sebagai berikut:

1. 51 persen atau sejumlah Rp2,662 triliun dipergunakan untuk belanja modal atau riil pembiayaan proyek

2. Rp2,558 triliun akan dibagi-bagikan kepada:

a. Beberapa pejabat Kemendagri termasuk Irman dan Sugiharto sebesar tujuh persen atau Rp365,4 miliar
b. Anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau sejumlah Rp261 miliar
c. Setya Novanto dan Andi Agustinus sebesar 11 persen atau sejumlah Rp574,2 miliar
d. Anas Urbaningrum dan M Nazarudin sebesar 11 persen sejumlah Rp574,2 miliar
e. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen sejumlah Rp783 miliar

Selain Irman, terdakwa dalam perkara ini adalah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017