Di Jalan Semarang-Boyolali, seorang pesepeda menepi di tugu "Selamat Jalan Semarang, Selamat Datang Boyolali". Ia menyempatkan diri mengambil foto bersamaan senja yang menyongsong di hari terakhir Ramadan 2017 itu.

Tak disangka sepeda itu telah menempuh jarak 549,7 km. Meilana Dukut Elisdiarto, si penunggang federal merah tersebut, mengayuh sepeda dari Kota Kembang Bandung untuk bertemu keluarganya dan merayakan Idul Fitri di Solo.

"Saya dari Bandung mas, ini sebentar lagi mau sampai tujuan, Solo," dengan senyum merekah dari Adhiet sapaan akrabnya. 

Ia rogoh gawai miliknya dengan sarung tangan sporty khas pebalap sepeda. 

"Saya kabari keluarga dulu, karena sebentar lagi sampai Solo, barusan saya mau gowes lagi," ujarnya kepada Antara, sebelum Antara minta waktu sejenak untuk wawancara.

Menghela nafas tanda lelah terpancar, namun semangat dekat dengan keluarga tergambar dari senyum Adhiet. Pria berumur 44 tahun itu mudik dengan mengayuh sepeda dari Bandung menuju Solo. Dan ini adalah tahun ketiga baginya mudik menggunakan sepeda.

"Saya berangkat Kamis pagi dari Bandung, lewat Brebes, Losari, Pantura dan istirahat malam di Alas Roban," jawabnya. 

Total perjalanan yang ditempuh ayah empat anak ini adalah tiga hari, dan menurutnya itu adalah waktu yang wajar.

Adhiet juga tergabung dalam klub sepeda yang ia sebut FBI (Federal Bandung Indonesia) selalu aktif dalam berbagai event.


Persiapan

Selama seminggu ia siapkan Federal merah miliknya untuk dipakai mudik. Tiga hari pertama ia mengalami kendala, sepedanya bermasalah. Ia mengaku hampir saja kehilangan semangat. Namun berhubung Adhiet juga seorang mekanik sepeda, ia akhirnya mampu mengatasi hal tersebut.

"Bersepeda jangan pernah dipaksakan, sekuatnya, kalau capek ya harus istirahat," katanya. Dua jalur di pulau Jawa telah ia lalui untuk mudik yaitu jalur selatan Jawa dan Pantai Utara (Pantura).

Selama mudik bersepeda kali ini, ia bermalam dua kali, pertama di Brebes dan kedua di Alas Roban. Kendala yang ia hadapi bermacam-macam, dari mulai cuaca hingga macet. 

"Kalau macet ya saya turun, saya tuntun dengan jalan kaki, dinikmati saja," katanya.


Motivasi

Menurut Adhiet, motivasinya melakukan mudik dengan bersepeda sejauh hampir 550 km tiap tahun karena ia ingin mengkampanyekan manfaat dari bersepeda. Mengayuh sepeda sudah ia lakukan setiap hari sebagai transportasi sehari-harinya. Pekerja frelancer instalasi listrik itu selalu giat mengkampanyekan manfaat sepeda.

"Saya dulu menderita rematik parah, Alhamdulillah dengan bersepeda sembuh. Dan dengan bersepeda bisa mengurangi risiko sakit jantung," jelasnya. 

Dengan bersepeda, Adhiet juga ingin memelihara lingkungan dengan sebaik-baiknya, sebab sepeda tidak menghasilkan polusi. 

Lebaran tahun 2017 adalah tahun ketiganya ia mudik dengan gowes. Setiap gowes selalu dari Bandung menuju Solo. Dan hal tersebut juga berlaku untuk arus balik, tetap mengayuh sepeda dengan bendera tinggi dibelakangnya, yang ia sebut pemberi semangat.

Bawaan Adhiet terlihat cukup banyak, dua tas ransel di sisi sepeda bagian belakang di kanan dan kiri, serta satu tas beserta matras tidur terlipat di stang depan. Meski demikian, bagi Adhiet, keselamatan menjadi hal utama. Ia selalu menggunakan helm sepeda, lengkap dengan dua buah lampu di depan sepeda.

Selama mudik menggunakan sepeda, ia mengaku tahun terberatnya dialami saat mudik lebaran tahun 2016. Sebab pada tahun itu ia gowes secara konvoi.

"Kalau berombongan itu tambah repot, saya harus mengawal mereka, mau cepat nanti juga banyak yang ketinggalan, kalau pelan nanti juga tidak sampai-sampai kan," jelasnya sembari tertawa.

Biasanya waktu tempuhnya adalah tiga hari, namun pada tahun itu, karena berkelompok, akhirnya memakan waktu empat hari. 


Didukung keluarga

Meski mudik dengan cara tidak biasa, Adhiet mengaku tidak ada keberatan dari keluarga. Menurut dia, keluarga sangat mendukung kegiatannya bersepeda.

"Tidak ada keluhan, asalkan saya rutin mengirimkan kabar lewat foto, mereka akan memahami kok, toh ini hobi baik," tegasnya.

Selain dukungan keluarga, ia selalu membekali diri dengan pengetahuan sepeda, baik secara teknis maupun kesehatan diri. Dua tas depan hitam di dekat roda depan merupakan perlengkapan mekanik yang berisi perbengkelan sepeda.

"Saya menyukai sepeda sejak dari kecil, waktu itu ayah saya memberikan sepeda satu-satu kepada semua anaknya. Entah sejak saat itu saya hobi dengan sepeda, baik mengutak-atik ataupun bersepeda jarak jauh," katanya.

Ia mengaku selalu taat berpuasa, namun ketika mudik dengan sepeda, ia memilih untuk tidak berpuasa dulu dengan mengganti di lain hari, sebab bisa berbahaya bagi tubuh jika dipaksakan berpuasa. 

Ketika arus balik lebaran ia mengaku tetap ingin mengayuh dengan sepeda, walau biasanya memakan waktu lebih lama daripada berangkat. Kenapa lebih lama? sebab menurutnya ketika dari Solo ke Bandung, jalannya lebih didominasi tanjakan, sebab arahnya menuju ke dataran lebih tinggi. 

Selain itu dengan tidak adanya target waktu sampai , ia mengaku lebih santai ketika pulang.

Dengan semangatnya tersebut, pria yang murah senyum itu berharap kampanye yang ia lakukan mampu menggerakkan masyarakat untuk hidup sehat dan lebih mencintai lingkungan. Dengan cara masing-masing, salah satunya dengan sepeda maka setiap masyarakat akan hidup lebih bugar, dan mengurangi angka-angka kemacetan dan polusi di berbagai wilayah.

Tips terakhir yang ia berikan adalah, "Satu lagi, jangan lupa Power bank, buat foto-foto di jalan, karena saya juga punya Facebook dan Instagram," tambahnya dengan tawa yang lebar dan siap menyambut kembali aspal yang akan digilasnya sembari mengucapkan salam perpisahan

VIDEO:

Pewarta: Afut Syafril
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017