Kuala Lumpur (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia perlu menuntut kenaikan gaji pembantu rumah tangga (PRT) di Malaysia, dalam perundingan antara Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno dan Malaysia pada akhir Mei di Kuala Lumpur. Ketua Permai (Perhimpunan Masyarakat Indonesia) Teuku Rizal Ghading, Atase Tenaga Kerja KBRI Malaysia Teguh Cahyono, dan Ketua Partai Demokrat di Malaysia, Wawan Syakir Darmawan, mengemukakan hal itu, di Kuala Lumpur, Rabu. "Pemerintah Indonesia wajib menuntut kenaikan gaji PRT Indonesia di Malaysia, karena bangsa Malaysia banyak mendapatkan keuntungan, terutama bahasa hampir sama, budaya juga hampir sama, dan yang paling penting adalah agama sama, yakni sama-sama Muslim. Jadi seharusnya masyarakat Malaysia membayar gaji PRT Indonesia lebih tinggi dibandingkan Singapura, Hongkong, dan Taiwan," kata Teuku Rizal. Atase Tenaga Kerja Indonesia, Teguh Cahyono, juga mengemukakan hal sama, pemerintah Indonesia perlu menuntut kenaikan gaji PRT Indonesia di Malaysia, menyusul kesepakatan bersama Indonesia-Singapura yang menetapkan gaji PRT Indonesia minimum 700 ringgit (sekitar Rp1.750.000) per bulan. Menurut dia, gaji PRT Indonesia di Malaysia berkisar antara 350 - 450 ringgit per bulan. Sementara di Hongkong, gaji PRT Indonesia minimum 1500 ringgit, Taiwan 1700 ringgit. Kondisi ini yang mengakibatkan PRT Indonesia lebih berminat bekerja di Hongkong, Taiwan, dan Singapura dibandingkan ke Malaysia. Apalagi, selain gaji lebih besar, maka perlindungan kerja juga jauh lebih baik. Teuku Rizal menambahkan masyarakat Malaysia jangan hanya mengklaim sebagai satu rumpun dengan Indonesia, tapi juga memberikan gaji yang terbaik kepada PRT yang satu rumpun. "Jangan mengaku satu rumpun, tapi memberikan gaji jauh lebih rendah dibandingkan bangsa yang tidak serumpun," tambah dia. Menurut dia, pemerintah Malaysia telah memutuskan untuk menaikkan gaji pegawai negeri Malaysia antar 7,5 - 35 persen efektif 1 Juli 2007. "Jadi ada dasar pemerintah Indonesia menuntut kenaikan gaji PRT Indonesia di Malaysia," katanya. Ketua Partai Demokrat untuk wilayah Malaysia, Wawan, bahkan mengusulkan agar pemerintah Indonesia menuntut kenaikan gaji PRT Indonesia di Malaysia di atas Singapura, Hongkong, dan Taiwan karena alasan bahasa, budaya, dan agama yang sama. "Minimal di gaji sama lah dengan Singapura, Hongkong atau Taiwan," katanya. "PRT Indonesia di Hongkong dan Taiwan hanya mengerti sedikit bahasa China, budaya dan agama berbeda, tapi masyarakat Hongkong dan Taiwan membayar gajinya jauh lebih mahal dibandingkan Malaysia," katanya. "Pada bulan-bulan pertama, masyarakat Malaysia tidak perlu pikirannya 'kriting', marah-marah dan stres, dalam komunikasi dengan PRT Indonesia karena bahasa relatif sama. Dan yang lebih penting, adalah agamanya sama, sehingga tidak perlu membuat khawatir adanya pertukaran agama dengan anak-anak mereka. Pemerintah Indonesia-Malaysia akan berunding mengenai MOU 2006 yang ditandatangani kedua negara, 13 Mei 2006, di Bali yang menjadi dasar bagi industri PRT kedua negara. Akan tetapi, MOU 2006 itu tidak berjalan yang mengakibatkan pasokan PRT ke Malaysia menurun drastis. Oleh karena itu, kedua belah pihak akan berunding kembali akhir Mei 2007 bersamaan dengan kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada acara the third World Islamic Economic Forum, 27-29 Mei 2007 di Kuala Lumpur. Malaysia saat ini sedang terus membangun. Sekitar 47 persen tenaga kerjanya merupakan wanita. Banyak suami-istri bekerja sehingga membutuhkan seorang PRT. Berdasarkan data imigrasi Malaysia awal 2007, dari 300.621 PRT asing yang bekerja di Malaysia sebanyak 94,8 persen atau 294.115 orang merupakan PRT asal Indonesia. Gertak sambal Mengenai rencana pemerintah Malaysia sedang mencari PRT dari negara lain, antara lain ke China, Vietnam, dan Kamboja berkaitan dengan menurunnya secara drastis pasokan PRT Indonesia ke Malaysia, Teguh Cahyono mengatakan bahwa itu hanyalah "gertak sambal" saja. "Wong, masyarakat Hongkong dan Taiwan yang lebih dekat dengan China saja lebih memilih PRT asal Indonesia dibandingkan China sendiri," katanya. Presiden PAPA (Persatuan Agensi Pembantu-Rumah Asing) Malaysia, Zulkepley Dahalan mengakui merosotnya pasokan PRT Indonesia ke Malaysia membuat industri pembantu rumah tangga di Malaysia terpuruk. "Sekitar 45 persen anggota PAPA terancam bangkrut dan gulung tikar akibat agensi Indonesia tidak mengirimkan PRT ke Malaysia," katanya. Zulkepley mengakui bahwa agensi Malaysia menawarkan PRT asal Filipina, Nepal dan India, tapi tetap saja PRT Indonesia merupakan permintaan yang paling tinggi, karena dikenal ulet, mau kerja kotor, dari segi bahasa, budaya dan agama relatif sama. (*)

Copyright © ANTARA 2007