Hamburg (ANTARA News) - Kelompok militan anti-kapitalis terlibat perkelahian dengan polisi Jerman saat berlangsung unjuk rasa yang sebelumnya berjalan damai untuk menentang pertemuan G-20 yang dihadiri para pemimpin utama dunia di Hamburg, Sabtu (Minggu WIB).

Pada tengah malam, setelah para peminpin meninggalkan Hamburg, polisi terpaksa menggunakan kanon air untuk membubarkan massa yang masih berkerumun, sebagian masih terlihat mabuk dan melemparkan botol dan benda lainnya ke arah polisi.

Menurut pihak pelayanan darurat, beberapa orang cedera akibat bentrokan tersebut, tapi tidak disebutkan jumlah pasti.

Ketegangan terasa sepanjang hari setelah kerusuhan Jumat malam ketika kelompok radikal menjarah toko-toko dan membakar mobil.

Pusat kota ditutup dan toko-toko barang mewah di jalan utama dijaga ketat oleh pihak keamanan.

Lebih dari 50.000 orang berkumpul untuk berunjuk rasa "G-20, Tidak Diterima", di kota pelabuhan tersebut.

Selama unjuk rasa tersebut, sekitar 120 orang yang menggunakan masker, menendang dan menyerang polisi dengan tiang bendera sebelum melarikan diri.

Kanselir Angele Merkel, yang akan menghadapi pemilu pada September mendatang, berusaha memenuhi janjinya bagi kebebasan berbicara dengan mengadakan pertemuan G-20 di Hamburg, pusat perdagangan yang memiliki tradisi panjang sebagai pusat gerakan radikal kelompok kiri.

Usai bentrokan, pemandangan yang terlihat adalah asap yang masih mengepul, mobil-mobil yang hangus terbakar, toko-toko berantakan, serta sisa-sisa puing di jalanan.

Merkel yang sengaja menemui polisi dan pihak keamanan untuk menyampaikan terima kasih setelah pertemuan usai, mengutuk kekerasan, tapi juga mengakui bahwa secara umum unjuk rasa berjalan damai dan sesuai aturan.

"Saya mengutuk kekerasan yang berlebihan dan kebrutalan yang tidak terkendali yang setiap kali harus dihadapi oleh polisi," kata Merkel.

Pihak kepolisian Hamburg sebelumnya menyampaikan rasa terkejut mereka melihat "gelombang kemarahan yang merusak", penjarahan serta aksi pembakaran yang terjadi sejak Kamis.

Namun sepanjang Sabtu, sebagian pengunjuk rasa yang berusia muda, tampak memegang balon, kereta bayi dan menginginkan demonstrasi damai dengan memutar lagu hip hop dan musik Turki melalui pengeras suara.

"Pesannya adalah G-20 tidak ada lagi dan tentu saja tak di Hamburg," kata Oskar Zach (16).

"Kami ingin tetap damai. Kami ingin memperlihatkan bahwa kami bisa berunjuk rasa tanpa kekerasan," katanya.

Dalam tiga hari terakhir, lebih dari 200 polisi terluka, 143 orang ditangkap.

Menteri Dalam Negeri Thomas de Maiziere menegaskan bahwa mereka yang melakukan kekerasan harus berhadapan dengan hukum.

"Mereka bukan pengunjuk rasa, tapi kriminal," katanya.

Tapi sebagian pengamat juga mengritik pemilihan Kota Hamburg sebagai tuan rumah pertemuan.

"Kami harus menanyakan kepada pemerintah melalui hak monopoli mereka, benar-benar telah mendapatkan nasihat yang benar untuk memilih Hamburg," kata Hans-Peter Uhl, anggota senior partai konservatif CSU.

Warga Hamburg, yang menurut Merkel akan mendapat kompensasi atas kerusakan yang diderita, menyatakan kemarahan.

"Merkel meremehkan pengunjuk rasa. Setidaknya apa yang bisa dilakukan sekarang adalah mengunjungi (distrik Sternschanze) dan melihat langsung kerusakan yang terjadi," kata Kai Mertens, seorang programmer berusia 50 tahun, demikian Reuters.

(Uu.A032)

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017