Depok (ANTARA News) - Pakar Hukum Internasional, dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, menilai diplomasi Indonesia di luar negeri sangat lemah, ini tercermin dengan adanya ratifikasi secara tandem antara perjanjian ekstradisi dan perjanjian pertahanan dengan Singapura. "Ini merupakan langkah yang tidak strategis dari pemerintah RI dan kelemahan diplomasi Indonesia selama ini di luar negeri," kata Hikmahanto, disela-sela acara Asian Law Institute (ASLI), di Balai Sidang UI, Depok, Kamis. Ia menyayangkan ratifikasi perjanjian ekstradisi secara tandem dengan perjanjian pertahanan. "Ini kepiawaian pemerintah Singapura untuk mengantisipasi yang terjadi sekarang ini," tegasnya. Perjanjian pertahanan bagi Indonesia, kata Hikmahanto tidak sebanding keuntungannya dengan perjanjian ekstradisi. Lebih lanjut ia mengatakan ratifikasi yang meminta persetujuan DPR, maka DPR akan tersandera, karena DPR sangat tahu pentingnya perjanjian ekstradisi tapi untuk itu harus ratifikasi perjanjian pertahanan. "Ini ibaratnya buah simalakama bagi DPR, karena jika tidak diratifikasi perjanjian ekstradisi dianggap pro koruptor. Diratifikasi perjanjian pertahanan belum tentu menguntungkan bagi pemerintah Indonesia," paparnya. Hikmahanto mengatakan ini berarti eksekutif tersandera (dengan tidak ada kebebasan) DPR yang merupakan pintu akhir persetujuan rakyat untuk perjanjian internasional yang penting.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007