Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memblokir aplikasi perpesanan Telegram segara mendapat reaksi dari warganet yang mengumpulkan petisi daring meminta pembatalan keputusan tersebut.

Sekira pukul 16.00 WIB Jumat, seorang pengguna laman petisi daring Change.org atas nama Dodi IR membuat petisi berjudulkan "Batalkan pemblokiran aplikasi chat Telegram" yang ditujukan kepada Kemkominfo.

Sejak empat jam dibuat, petisi tersebut sudah mendapat dukungan tak kurang dari 4.333 orang warganet, saat dikunjungi ANTARA News pukul 20.21 WIB.

"Memblokir Telegram dengan alasan platform itu dijadikan platform komuniksi pendukung terorisme mungkin mirip dengan membakar lumbung padi yang ada tikusnya," tulis Dodi sebagai narasi pembuka petisnya tersebut.

"Lebih buruk lagi, karena pendukung terorisme atau hal-hal lain yang merongrong NKRI apa pun tetap bisa berkomunikasi di platform lainnya. Bila Anda aktif di Facebook, Whatsapp, BBM, mungkin juga pernah melihat konten kebencian atau 'anti-NKRI' dan sejenisnya yang melintas bebas dibagikan dan diteruskan ke khalayak luas," tambahnya.

Dodi menilai ada banyak fitur yang terdapat di dalam Telegram dan tidak ditemukan oleh aplikasi sejenis pendahulunya.

"Ada banyak pengguna Telegram yang menikmati fitur-fitur aplikasi tersebut yang tidak/belum mampu disediakan pendahulunya maupun app sejenis. Para pemakai Telegram juga sedikit tenang karena, setidaknya sejak didirikan, data mereka tidak dipakai perusahaan skala besar untuk keperluan monetisasi. Para pengguna itu menjadi korban karena tak bisa mengakses Telegram, atau harus repot sedikit untuk melangkahi blokir pemerintah."

"Sebaiknya pemerintah menunjukkan upaya terlebih dahulu dalam berkomunikasi dengan Telegram (yang pendirinya belum terlalu lama ini jalan-jalan dengan santai di berbagai pelosok Indonesia), yang senantiasa aktif menanggapi laporan blokir grup pendukung terorisme. Laporan-laporan itu bahkan dilakukan proaktif oleh beberapa orang dari komunitas pengguna Telegram."

Petisi tersebut berada di alamat ini.


Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017