Jakarta (ANTARA News) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengaku prihatin ada dua orang rekannya selaku pemimpin lembaga tinggi negara yang terjerat kasus korupsi di KPK yaitu Ketua DPR Setya Novanto dan mantan Ketua DPD Irman Gusman.

"Pimpinan DPR sekarang mendapatkan cobaan. Kita prihatin mudah-mudahan ini menjadi pelajaran bagi kita semua agar kita sungguh-sungguh mengikut rel yang ada, aturan yang ada. Kan saya kan pimpinan MPR, Pak Nov, satu lagi kan pimpinan DPD Pak Irman teman saya," kata Zulkifli di lingkungan Istana Presiden Jakarta, Selasa.

Pada Senin (17/7), KPK mengumumkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) yang juga ketua Umum Partai Golkar sebagai tersangka keempat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-E.

Setnov yang saat penganggaran dan pelaksanaan KTP-E pada 2011-2012 menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar itu diduga mengatur penganggaran dan pengadaan KTP-E melalui seorang pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Sedangkan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman sudah divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 20 Februari 2017 lalu ditambah pencabutan hak politik karena dinilai terbukti menerima Rp100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi.

Namun Zulkifli tidak menjelaskan bentuk dukungan apa yang ia akan berikan kepada Setnov.

"Ya tentu proses hukum silakan proses hukum. Sebagai kawan kan sebagai teman, sebagai kolega. Presiden juga prihatin kok. Tapi kan hukum ya hukum," ungkap Zulkifli.

Zulkifli juga mengupayakan agar hubungan antarlembaga tinggi negara tetap terjaga meski Setnov sudah menjadi tersangka.

"Penting dong kita kerja sama dengan DPR, eksekutif, legislatif, dengan lembaga lembaga lain karena saling berkait, bersinergi, tidak ada boleh ego sektoral, dengan kebersamaan itu, maka Indonesia bisa kompak bisa maju," tambah Zulkifli.

Setnov disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

"Saudara SN melalui AA (Andi Agustinus) diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa KTP-E. SN melalui AA diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa KTP-E," kata Ketua KPK Agus Rahardjo pada Senin (17/7).

Agus menegaskan bahwa sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan dua terdakwa sebelumnya yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto, Setnov berperan sejak perencanaan.

"Diduga perbuatan tersangka sudah dilakukan sejak perencanaan yang dilakukan dalam dua tahap yaitu penganggaran dan proses pengadaan barang dan jasa," tambah Agus.

(Baca: Ketua MPR mengajak ulama mendorong persatuan umat)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017