Jakarta (ANTARA News) - Banjir dan kemacetan lalu lintas, yang selalu menghantui warga ibukota, mendorong banyak pihak memikirkan pola-pola yang efektif sebagai solusinya. Mereka berusaha meredam permasalahan Jakarta. Selama ini warga Jakarta merasa tak nyaman, sehingga kota tersebut dinilai tak memiliki perencanaan yang matang. Terkait dengan itu, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso memaparkan wacana pembangunan terowongan bawah tanah multifungsi di ibukota yang memungkinkan limpahan air akibat curah hujan yang tinggi dari Sungai Ciliwung -- yang selama ini ditahan oleh Kanal Banjir Barat -- dapat tertampung oleh terowongan multifungsi tersebut. "Ini bisa menjadi sebuah investasi, jadi tidak hanya sekedar penanggulangan banjir, pencegahan penurunan permukaan tanah dan pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum," kata Sutiyoso saat memaparkan konsep itu dalam rapat kerja gabungan Panja RUU Tata Ruang, Komisi V dan pimpinan DPR beberapa waktu yang lalu. Sutiyoso menyatakan potensi keuntungan pembangunan terowongan air bawah tanah tidak hanya menanggulangi banjir, namun juga keuntungan finansial. Terowongan air tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan biogas dan biosolid, hasil dari pengolahan limbah cair. "Dari retribusi air limbah bisa diperoleh Rp875 miliar, penjualan air baku Rp250 miliar, penjualan pupuk organik biosolid Rp350 miliar dan penjualan biogas Rp55 miliar, semuanya per tahun," katanya. Namun demikian, Kepala Penelitian dan Pengembangan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Hasbi Azis mengingatkan Pemprov DKI harus lebih memperhatikan pembenahan manajemen perkotaan, pengimplementasian rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) serta pengenaan sanksi yang tegas bagi pelanggar RTRW untuk mengatasi permasalahan banjir di ibukota. "Saya tidak menolak wacana pembangunan deep tunnel tersebut, namun sekali lagi pembangunan Kanal Banjir Timur dan deep tunnel ini bukanlah satu-satunya cara untuk mengatasi permasalahan banjir yang kerap melanda Jakarta," katanya. Ia memaparkan, ada hal lain yang sebetulnya sederhana dan tidak memakan biaya terlalu besar untuk mengatasi permasalahan banjir. "Selain pembenahan manajemen kota, juga harus terus diupayakan pembangunan situ-situ dan juga pembenahan aliran terusan sekunder drainase. Untuk drainase ada beberapa yang volumenya menurun akibat tersumbat dan ada juga yang terpotong oleh fondasi tiang halte bus TransJakarta," paparnya. Terowongan Multifungsi Terowongan yang pembuatannya diperkirakan memakan biaya Rp16,3 triliun itu, menurut Kepala Badan Regulator Pam DKI Jakarta Ahmad Lanti bila proses pembangunan dimulai pada 2008 maka dalam tujuh tahun dapat diselesaikan sesuai harapan. Terowongan bawah tanah tersebut, masih menurutnya, memiliki tiga fungsi yaitu dapat digunakan sebagai jaringan transportasi yaitu sebagai jalan tol bagi kendaraan, tempat pengolahan limbah dan saluran jaringan utilitas seperti kabel telepon dan listrik. "Dalam perkiraan kami, biaya pemeliharaan per tahun akan mencapai Rp480 miliar sementara kontribusi anggaran yang masuk dari penggunaan tiga fungsi itu diperkirakan Rp2,2 triliun per tahun," kata Lanti. Dalam pemaparan BR Pam di seminar Internasional tentang terowongan bawah tanah multifungsi tersebut, bangunan tersebut memiiki kehunaan untuk mengendalikan puncak banjir, memperbaiki sanitasi lingkungan dar limbah cair, mengurangi pemompaan air tanah, tidak memerlukan pembebasan tanah dan dapat dimanfaatkan untuk jalan tol. Aplikasi terowongan tersebut membagi Jakarta menjadi tiga area, yaitu Barat, Pusat dan Timur. Area pusat menjadi prioritas pembangunan yaitu ditempatkan di bawah sepanjang sungai Ciliwung dan Kanal Banjir Barat mulai MT Haryono melalui kanal banjir barat yang memiliki panjang 22 kilometer dengan diameter 12 meter. "Nantinya untuk sarana jalan tol dapat dimulai dari Balekambang-Manggarai dengan akses keluar melalui pintu di Roxy, Tanah Abang dan Bandara Soekarno-Hatta," kata Ahmad Lanti. Pihak pengagas meyakinkan terowongan tersebut memiliki tingkat keamanan yang terjaga yaitu memiliki pintu pengendali banjir otomatis yang kedap air pada setiap titik keluar masik tol, ada 16 pipa ventilasi yang dapat berfungsi sebagai jalan keluar darurat, setiap 250 meter terdapat jembatan penyeberangan dan pintu asap dibuat agar lingkungan bebas asap. "Ketika banjir, maka lalu lintas kendaraan akan ditutup dan dapat difungsikan kembali setelah banjir selesai dan dibersihkan jalurnya," tambah Lanti. "Saya khawatir, jangan sampai pembangunan itu hanya berorientasi proyek semata. Karena sebetulnya ada sektor lain yang sederhana bisa dibenahi untuk penanganan dan pencegahan banjir di Jakarta," kata Hasbi Azis mengingatkan. Kekhawatiran Hasbi tidak berlebihan, mengingat saat ini setidaknya masih ada dua proyek besar di ibukota yang digembar-gemborkan pembangunannya yaitu Monoraill dan Subway yang belum berjalan dengan lancar dan sesuai target. Mimpi itu masih panjang, mimpi Jakarta yang ramah lingkungan, Jakarta yang diwarnai rerimbunan pohon dan Jakarta yang memiliki transportasi umum yang nyaman. (*)

Oleh Oleh Panca Hari Prabowo
Copyright © ANTARA 2007