Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mencabut izin ekspor konsentrat jika PT Freeport Indonesia tidak menyelesaikan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral "smelter" dalam waktu lima tahun.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji mengatakan pemerintah akan mengontrol pembangunan smelter Freeport setiap 6 bulan.

"Terkait sanksi, nanti ada wacana dari Kemenkumham dalam mengontrol kemajuan agar Freeport sungguh-sungguh bangun smelter. Kita berikan izin untuk mempercepat pembangunan dan dievaluasi setiap enam bulan. Apakah nanti dibekukan atau dicabut dan sebagainya," kata Teguh dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Rabu.

Teguh yang juga menjadi Ketua Tim Perundingan Pemerintah dan Freeport ini mengatakan Freeport sudah sepakat dalam membangun smelter dalam waktu lima tahun dan akan selesai paling lambat 2022.

Selama pembangunan smelter, pemerintah juga memberikan izin bagi Freeport untuk mengekpor konsentrat dengan membayar bea keluar.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Bambang Susigit menambahkan Kementerian ESDM dapat merekomendasikan pencabutan izin ekspor jika Freeport tidak mencapai 90 persen dari evaluasi enam bulan.

"Artinya 90 persen dari rencana enam bulan harus tercapai. Kalau tidak tercapai, seperti saya bilang di Permen 6 itu, Dirjen Minerba memberikan rekomendasi untuk mencabut izin ekspornya," tutur Bambang.

Kementerian ESDM pun sudah menyurati PT Freeport Indonesia untuk melaporkan kemajuan pembangunan smelter paling lambat pada 15 Agustus 2017.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, Freeport diwajibkan mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Berdasarkan peraturan tersebut, perusahaan pemegang IUPK wajib membangun smelter dalam waktu lima tahun.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017