Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) mendorong agar ada standardisasi kurikulum pendidikan profesia advokat yang dinilai masih beragam dan penyelenggaraannya seringkali kurang sesuai dengan peraturan.

Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua APPTHI Laksanto Utomo di sela pertemuan dengan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) di Universitas Esa Unggul, Jakarta, Kamis.

"Tidak ada yang salah dengan banyaknya organisasi profesi. Silakan saja. Persoalannya, bagaimana sekarang ada satu standar penyusunan kurikulum dalam pendidikan profesi advokat di Indonesia," kata Laksanto.

Di sela audiensi itu, ia menambahkan audiensi pertemuan berbagai pemangku kepentingan merupakan salah satu cara mewujudkan misi tersebut.

"Standardisasi kurikulum itu tentunya penting agar kualitas profesi advokat baik di tingkat pendidikan dan praktiknya dapat terukur. Artinya, ke depannya nanti ada indikator yang jelas untuk menentukan kualitas seorang advokat," kata Laksanto.

Dalam acara yang dihadiri oleh Wakil Ketua AAI Astuti Sitanggang, Dekan Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Wasis Susetyo, dan beberapa pemangku kepentingan terkait telah membahas rancangan kurikulum yang diharapkan dapat diadopsi organisasi profesi lain.

"AAI ini tengah mengusulkan suatu model kurikulum yang dapat diadopsi untuk menjadi standar pengajaran di organisasi profesi lain. Secara garis besar, kurikulum ini dibuat sesuai dengan aturan Kementerian Pendidikan Tinggi, yaitu memuat etika profesi, keterampilam, dan ilmu pengetahuan dasar," kata Astuti selepas audiensi di Jakarta, Kamis.

AAI, menurut Laksanto Utomo, sudah memperkenalkan kurikulum tersebut ke sejumlah universitas, Kemendikti, dan organisasi profesi lain selama satu tahun.

"Kami kemarin sudah mendatangi sejumlah perguruan tinggi negeri, dan kemungkinan beberapa perguruan tinggi swasta," kata Astuti.

Dalam kesempatan itu, Laksanto mengatakan APPTHI siap membantu AAI mensosialisasikan usulan kurikulumnya.

"APPTHI punya jaringan yang tersebar di berbagai penjuru, dari universitas di Pulau Sumatera sampai universitas Bintuni di Papua. Jumlahnya sekitar 180 universitas yang menjadi anggota asosiasi," tambah Laksanto.

Dalam kesempatan yang sama, Dekan FH Universitas Esa Unggul Wasis menyambut baik pertemuan tersebut.

"Soal kurikulum itu penting karena menyangkut kualitas. Saya justru berharap ada perjanjian nota kesepahaman (MoU) nantinya antarpemangku kepentingan, dan harus ada unsur Kemendikti dalam perjanjian tersebut," kata Wasis.

(T. Y005/A011)

(Baca: Advokat Peduli Kebangsaan laporkan pencemaran nama baik JK)

Pewarta: Theo Yusuf Ms
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017