Jakarta (ANTARA News) - Ekonom senior Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetiantono menilai lesunya konsumsi masyarakat dan swasta domestik saat ini karena meningkatnya ketidakpastian dari ekonomi global, terutama karena menurunnya prospek perbaikan ekonomi Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.

Menurut Tony, masyarakat dan dunia usaha saat ini menahan konsumsi dan lebih memilih mengendapkan dananya di perbankan atau instrumen lain di pasar keuangan.

"Itulah alasan kenapa penjualan barang-barang konsumsi itu turun, kuncinya terletak pada kepercayaan diri konsumen," ujarnya dalam paparan ekonomi di rangkaian "Wealth Wisdom Bank Permata 2017" di Jakarta, Rabu

Indikator perekonomian AS, kata Tony, yang menjadi pemicu meningkatnya ketidakpastian saat ini. Saat Donald Trump baru saja dilantik menjadi Presiden AS pada Januari 2017, ketidakpastian ekonomi global sebenarnya mereda, yang ditunjukkan dari perbaikan nilai saham, seperti yang terjadi di bursa saham di New York, AS.

Tony mengutip kajian Standard and Poors terkait naiknya harga saham sebesar 3,8 persen ketika Trump baru saja dilantik jadi Presiden AS.

Namun, data penyerapan tenaga kerja di AS, ditambah dinamika politik yang semakin mempersulit gerak Trump saat ini, membuat pelaku pasar semakin ragu terhadap perbaikan ekonomi AS.

Misalnya, indikator penyerapan tenaga kerja (non-farm payroll) di AS pada Maret 2017 kembali turun menjadi 50.000, setelah pada Januari 2017 naik menjadi 216.000 dari Desember 2016 yang sebesar 155.000.

"Kemarin itu istilahnya saat baru dilantik, AS masih bulan madu, tapi kita tidak tahu sampai kapan?," kata dia.

Tony mengatakan meningkatnya Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan pada triwulan II 2017 saat ini juga menjadi bukti banyaknya masyarakat dan dunia usaha yang menahan konsumsi dan lebih memilih menampung dananya di perbankan.

"Di sisi lain walaupun DPK naik, kredit tetap melambat, tetap bertumbuh hanya satu digit, karena memang permintaan kreditnya belum banyak," ujar dia.

Data Analisis Uang Beredar BI menyebutkan pertumbuhan kredit perbankan pada Juni 2017 memang melambat menjadi sebesar 7,6 persen (yoy) dibandingkan Mei 2017 yang sebesar 8,6 persen (yoy).

Namun di semester II 2017, Tony meyakini konsumsi ekonomi domestik dapat segera pulih, salah satunya jika ditopang perbaikan belanja pemerinah dan juga realisasi pembangunan proyek infrastruktur

Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2017 akan sebesar 5,1 persen (yoy).

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017