Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha menilai perlunya melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta pekerja informal dengan konsep ekonomi berkelanjutan (circular economy)  sebagai upaya mengurangi emisi atau nationally determined contribution (NDC).

"Saat ini, komitmen NDC di sektor proses dan penggunaan produk industri (industrial processes and product use/IPPU), skenario mitigasinya masih terlalu fokus pada skala makro dan industri besar," katanya dalam diskusi panel pada rapat kerja nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Rabu (2/8), seperti disampaikan dalam rilis di Jakarta, Kamis.

Pada diskusi tersebut, Satya berbicara bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, mantan Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja, dan Gubernur Lemhanas Letjen (Purn) Agus Widjojo.

Dalam skenario tersebut, menurut Satya, proses dan penggunaan produk industri besar terkait antara lain semen, amonia, "smelter", besi dan baja.

"Sedangkan, pelaku circular economy skala kecil belum masuk dalam NDC," kata politisi Partai Golkar tersebut.

Padahal, kata dia, secara demografis 58,35 persen angkatan kerja adalah pekerja informal atau berjumlah 72,67 juta orang.

Kemudian, sekitar 97 persen dari seluruh tenaga kerja nasional bekerja di sektor UMKM, yang memberikan kontribusi kepada PDB sebesar 57-60 persen.

"Apabila dibenahi, UMKM dan pekerja informal dapat berperan aktif dalam aksi mitigasi pengurangan emisi," ujarnya.

Bahkan, katanya, pelibatan industri berskala kecil dengan penerapan circular economy turut membantu percepatan pemenuhan target NDC dari semula 29 persen pada 2030, bisa menjadi lebih tinggi.

Circular economy merupakan proses ekonomi yg berkelanjutan.

"Ini konsep baru yang tidak mengenal pembuangan (waste), karena waste dikelola sehingga menjadi produk-produk baru lagi," ujar Satya.

Prinsip circular economy adalah buat (make), gunakan (use), dan daur ulang (recycle).

"Sangat berbeda dengan linear economy yang hanya berprinsip pada make, use dan dispose (buang)," katanya.

Satya juga mengatakan sejumlah pertanyaan yang masih muncul terkait NDC seperti bagaimana pengembangan energi baru terbarukan di sektor rumah tangga, UMKM, dan daerah terpencil/terluar yang di luar jangkauan jaringan listrik (off grid).

"Soal penambahan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG),  pun perlu diperjelas. Bagaimana peta jalan konversi BBM ke BBG-nya dan apakah akan mewajibkan teknologi dual fuel (bahan bakar ganda) pada industri otomotif," katanya.

Di sektor pertanian, pertanyaannya adalah terkait target pemanfaatan limbah ternak untuk biogas yang mencapai 0,06 persen dari populasi ternak pada 2030.

"Bagaimana proses diseminasi informasi dan teknologi reaktor biogasnya. Seberapa besar kontribusi biogas di 0,06 persen populasi ternak untuk penurunan emisi," tuturnya.

Sedang, NDC di sektor limbah cair baik domestik maupun industri, dan sampah, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana target implementasi dan skema pelibatan masyarakatnya.

Satya berpendapat sebaiknya pemerintah menjawab seluruh pertanyaan yang masih muncul tersebut.

"Tujuannya agar NDC yang sudah dicanangkan dapat direaliasikan dan bukan hanya menjadi target di atas kertas," katanya.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017