Damaskus, Suriah (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri Suriah pada Minggu (6/8) mengulangi seruan kepada PBB agar membubarkan koalisi "anti-teror" yang dipimpin AS sehubungan dengan kejahatan terhadap warga sipil di Suriah, kata kantor berita resmi Suriah, SANA.

"Pembantaian sistematis terhadap warga sipil Suriah merupakan pelanggaran nyata terhadap Hukum Internasional," kata Kementerian itu, mendesak segera dilakukannya perlucutan terhadap koalisi, yang telah dibentuk tanpa permintaan Pemerintah Suriah dan di luar kerangka kerja PBB.

Kementerian tersebut merujuk kepada beberapa peristiwa, saat warga sipil tewas oleh serangan udara koalisi pimpinan AS, dan mengatakan Amerika Serikat telah menggunakan fosfor dalam serangannya terhadap warga sipil di Kota Ar-Raqqah.

Serangan itu, katanya, juga menghancurkan rumah dan rumah sakit di Ar-Raqqah, Ibu Kota de Fakto kelompok ISIS.

Kemenlu Suriah menyatakan kejahatan koalisi tersebut diulangi di Provinsi Hasakah, Aleppo dan Deir Az-Zour.

Pengutukan itu disampaikan sehari setelah serangan udara koalisi pimpinan AS menewaskan 43 warga sipil di beberapa daerah di Ar-Raqqah, lapor Xinhua.

Selama dua bulan belakangan, koalisi pimpinan AS telah meningkatkan serangan terhadap Ar-Raqqah, ditambah oleh serangan darat Pasukan Demokratis Suriah (SDF), yang didukung AS dan merebut separuh wilayah Ar-Raqqah dari petempur ISIS.

Setelah dua bulan pertempuran, SDF telah merebut 55 persen Kota Ar-Raqqah di Suriah Utara, kata satu kelompok pemantau pada Minggu.

SDF, aliansi petempur Kurdi, Arab dan Assyria yang mendapat dukungan kuat dari koalisi anti-teror pimpinan AS serta dipimpin oleh YPG Kurdi, mempertahankan kemajuan terhadap anggota ISIS di Ar-Raqqah, kata Observatorium Suriah bagi Hak Asasi Manusia.

Kelompok pengawas yang berpusat di Inggris itu mengatakan banyak petempur ISIS, terutama warga negara Suriah, ingin meninggalkan Ar-Raqqah akibat pertempuran sengit. Namun, gerilyawan tersebut takut dihukum mati oleh komandan mereka jika mereka tertangkap saat meninggalkan kota itu.

Gerilyawan asing, terutama dari Asia, menolak untuk pergi, dan mengatakan mereka akan menang atau mati di Ar-Raqqah, kata Observatorium.

Sekarang, petempur ISIS berusaha menggagalkan kemajuan SDF dengan menempatkan banyak penembak gelap dan memasang peledak.

Sementara itu, Observatorium mengatakan 1.500 orang, sepertiga dari mereka warga sipil, telah tewas selama pertempuran sejak perang di Ar-Raqqah meletus dua bulan lalu.

Sebanyak 180 perempuan dan anak kecil termasuk di antara orang yang tewas selama pertempuran dan serangan udara yang meningkat oleh koalisi pimpinan AS, kata Observatorium tersebut.
(Uu.C003)


Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017