Jakarta (ANTARA News) - Kepala Suku Dinas Ketenagakerjaan (Sudinaker) Jakarta Utara, Dwi Untoro, menyatakan bahwa legalitas mogok kerja Serikat Kerja (SP) PT Jakarta International Container Terminal (JICT) pada 3-7 Agustus lalu merupakan kewenangan pengadilan.

"Kami sebagai pihak Sudinaker hanya penengah dari masalah pekerja dan perusahaan, bukan memutuskan legal dan ilegal. Soal itu wilayah pengadilan," katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Hal itu disampaikan Dwi menanggapi surat peringatan pertama oleh Direksi PT JICT kepada 541 pekerja JICT yang ikut mogok kerja.

Oleh karena itu, tegasnya kedua pihak sebaiknya segera menyelesaikan permasalahan yang ada.

"Direksi JICT dan Pekerja JICT sebaiknya segera menyelesaikan permasalahan dengan baik. Sudinaker Jakarta Utara akan terus mengawal masalah ini dengan sebaik-baiknya," ujarnya.

Secara terpisah, Vice-President JICT Riza Erivan menyebutkan bahwa kebijakan yang dilakukan perusahaan sudah dalam koridor hukum dan aturan yang berlaku.

"Surat Peringatan yang kami keluarkan sudah sesuai Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Itu bukanlah intimidasi kepada karyawan melainkan sebagai sarana pembinaan agar pekerja tidak melakukan pelanggaran yang bisa merugikan banyak pihak. Apalagi JICT ini kan termasuk obyek vital nasional," kata Riza.

Ia menambahkan pihaknya tidak melihat ada hak-hak normatif pekerja di dalam UU Naker 2003 dan PKB yang dilanggar sehingga kami menyatakan mogok kerja itu tidak sah.

Oleh sebab itulah, tegasnya, direksi mengeluarkan surat peringatan tersebut.

"Jadi kalau ada pernyataan dan keyakinan bahwa surat peringatan itu sepihak, kita selesaikan ke Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI)", tegasnya.

Bahkan, menurut Riza, direksi hanya menjalankan hak dan kewajiban sebagai pimpinan perusahaan sesuai aturan yang berlaku.

"Kami selalu berhati-hati dalam mengambil kebijakan. Kami profesional dan pertanggungjawaban kami kepada pemegang saham. Tentunya dengan memperhatikan hak-hak pekerja", demikian Riza. 

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017