Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi kepada anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng terkait indikasi pertemuan dengan Setya Novanto dalam kasus KTP-elektronik (KTP-e).

KPK pada Kamis (10/8) memeriksa Melchias Marcus Mekeng sebagai saksi untuk tersangka Setya Novanto (SN) dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).

"Saksi Mekeng hari ini diperiksa untuk mengklarifikasi indikasi pertemuan yang bersangkutan dengan Setya Novanto (SN) dalam proses pembahasan anggaran," kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Selain itu, kata Yuyuk, untuk saksi Mekeng penyidik juga mendalami peningkatan anggaran KTP-e di tahun 2013.

Sementara itu, Melchias Marcus Mekeng enggan memberikan banyak komentar seusai diperiksa KPK.

"Biasa saja," kata Mekeng seusai diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Setya Novanto (SN) di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Ia langsung bergegas menuju mobil yang telah menunggunya di pintu keluar gedung KPK.

Ia pun tampak berjalan cepat untuk menghindari wartawan yang ingin bertanya terkait pemeriksaannya kali ini.

Dalam dakwaan dan tuntutan penuntut umum KPK dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, Melchias Marcus Mekeng yang saat itu menjabat Ketua Badan Anggaran DPR RI disebut menerima sejumlah 1,4 juta dolar AS terkait proyek senilai Rp5,95 triliun tersebut.

Sebelumnya, Melchias Markus Mekeng membantah menerima uang sebesar 1,4 juta dolar AS terkait pengadaan KTP-Elektronik (KTP-E) saat memerikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

"Tidak pernah terima berupa uang atau barang," kata Mekeng dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta beberapa waktu lalu.

Dalam dakwaan disebutkan saat menjabat sebagai ketua Banggar, Mekeng mendapatkan 1,4 juta dolar AS dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Uang itu dibagi-bagikan di ruangan mantan ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto dan anggota Komisi II dari fraksi PDI-Perjuangan Mustoko Weni.

"Tidak ada istilah 'extra money', saya juga tidak kenal Andi Narogong karena kami tidak pernah membahas anggaran sampai satuan tiga tapi hanya penerimaan negara dari sisi pajak," tambah Mekeng.

KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan saudara SN (Setya Novanto) anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin (17/7).

Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta pada Kamis (20/7) juga telah menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun kepada mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan lima tahun penjara kepada mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dalam perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik.

KPK juga baru saja melimpahkan berkas perkara Andi Agustinus alias Andi Narogong, terdakwa terkait kasus KTP-e ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (7/8).

Andi adalah terdakwa ketiga yang diajukan ke persidangan setelah Irman dan Sugiharto terkait perkara proyek KTP-e tersebut.

Persidangan Andi akan dilakukan setelah mendapat penetapan dari pengadilan.

Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017