Solo (ANTARA News) - Gerakan Pemuda Ansor menolak kebijakan "full day school" karena akan memangkas waktu anak didik untuk belajar di sekolah diniah.

"Sekolah diniah, biasanya kan sekitar pukul 14.00 atau 15.00 WIB. Kalau full day school pulang pukul 15.00 atau 16.00 WIB, bagaimana mau belajar diniah. Dalam hal ini Ansor sebagai bagian dari NU menolak kebijakan ini," kata Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas di Hotel Sahid Jaya Solo, Jateng, Kamis.

Menurut dia, sekolah diniah atau madrasah diniah penting diikuti oleh anak didik karena keberadaannya merupakan benteng terakhir bagi Indonesia dari pengaruh kelompok radikal.

"Dijamin setelah anak didik keluar dari madrasah diniah tidak akan jadi radikal. Intinya kalau full day school jadi diterapkan sama saja membiarkan kelompok radikal berkembang di Indonesia," katanya.

Sebelumnya, Ketua Umum Forum Komunikasi Diniah Takmiliyah (FKDT) KH Lukman Hakim menyebutkan ada dua langkah yang akan ditempuh kaum nahdiyin sebagai upaya penolakan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 sekolah sepanjang hari.

Selain menggelar aksi simpatik, FKDT berencana melakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa kebijakan mengenai "full day school" dapat mengganggu pendidikan yang dibangun para kiai dan ulama yang sudah menjadi tradisi, seperti madrasah diniah atau pondok pesantren.

Terkait dengan kebijakan "full day school" tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy mengatakan bahwa upaya tersebut untuk meningkatkan kinerja guru.

Pada pelaksanaannya, "full day school" menerapkan 8 jam sekolah selama Senin - Jumat.

(U.KR-AWA/D007)

Pewarta: Aris Wasita Widiastuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017